Friday, April 12, 2013

CASINO CAPITALISM GROWTH IN THE WORLD: IS STICK OR CARROT IN ECONOMIC? Case: Runtuhnya Lehman Brothers



Zaman neoliberalisme telah membawa kita ke zaman post kapitalisme. Berangkat dari arus globalisasi, seakan terlena oleh kemajuan teknologi dan informasi, masyarakat dunia berlomba-lomba untuk melakukan ekspansi kapitalisme besar-besaran. Tidak saja dalam bentuk riil namun juga dalam bentuk non riil. Sebut saja transaksi dalam pasar saham global. Jenis bisnis tersebut tengah marak dilakukan para eksekutor bisnis di dunia dewasa ini. Membuat keuntungan pada sektor riil tidak lagi menjadi prioritas utama dalam neraca pendapatan dan kapital perusahaan. Hal ini erat kaitannya ketika sebuah sistem keuangan sebelumnya yaitu Bretton Wood mengalami kegagalan pada era tahun 1970-an yang menandai tidak diberlakukan lagi gold exchange standard atau runtuhnya rezim sistem tukar menggunakan standar emas pada dollar Amerika.

Hal tersebut tentu saja menimbulkan fluktuasi nilai mata uang dollar Amerika pada perdagangan global dan menimbulkan munculnya komitmen dari negara-negara lain di dunia untuk mengontrol kapital. Pengontrolan kapital ini terus dilakukan seiring berjalannya dengan tindakan globalisasi yang memajukan teknologi dan membuat segala informasi menjadi lebih mudah dilacak, para kapitalis-kapitalis lalu mulai dapat melakukan kontrol kapital yang mereka punya melalui jejaring internet dengan cepat, memunculkan geliat antusias kapitalis untuk segera melakukan spekulasi-spekulasi yang dianggap lebih menguntungkan bagi penambahan kapital di kantong mereka. Pengontrolan kapital melalui spekulasi-spekulasi keuangan ini lalu kemudian menciptakan suatu jenis perdagangan sektor non riil ini di dunia seperti Forex Trading dan Index Trading. Kehadiran cara-cara baru inilah yang kemudian dianggap sebagai suatu evolusi baru pada sistem keuangan dunia yaitu sistem keuangan kapitalis spekulasi non riil yang disebut kasino kapitalisme. 

Namun perkembangan ekspansi kapitalis ke sektor non rill ini menyebabkan ketertarikan yang berlebihan dari para kapitalis atau pelaku kasino kapitalis dalam melakukan spekulasi-spekulasi yang berbahaya dalam pengambilan keputusan pembelian maupun penjualan dalam forex trading dan index trading. Hal inilah yang lalu menimbulkan pertanyaan, “Apakah perkembangan kasino kapitalisme di dunia dewasa ini merupakan suatu hadiah dari perkembangan globalisasi yang membantu ekonomi berkembang pesat dengan sangat cepat atau malah sebaliknya merupakan pukulan telak bagi para pelaku ekonomi di dunia?”
       


RUNTUHNYA SISTEM KEUANGAN GOLD STANDART DAN SISTEM KEUANGAN BRETTON WOOD

Sebelum menjawab pertanyaan di atas mari kita merefresh kembali ingatan kita bagaimana sebelum kasino kapitalisme ini lahir, telah ada sebuah sistem keuangan di dunia ini terlahir pasca berakhirnya perang dunia ke II pada bulan Juli 1944, yaitu sistem keuangan global Bretton Woods. Suatu sistem keuangan yang lahir ketika Amerika sebagai negara pemenang perang memprakarsai konferensi di Bretton Woods yang akan mengatur sistem keuangan dunia.

            Hasil kesepakatan pada konferensi tersebut adalah janji Amerika untuk mendukung Dolar miliknya secara penuh dengan emas yang nilainya setara. Kesetaraan ini mengikuti konversi harga emas yang ditentukan tahun 1934 oleh Presiden Roosevelt yaitu US$ 35 untuk 1 troy ons emas. Negara-negara lain yang mengikuti kesepakatan tersebut awalnya diijinkan untuk menyetarakan uangnya terhadap emas ataupun terhadap Dolar.  Dengan kesepakatan ini seharusnya siapapun yang memegang Dolar dengan mudah menukarnya dengan emas yang setara.

Namun kesepakatan Bretton Wood yang digagas oleh Amerika ternyata juga diingkari sendiri oleh Amerika. Secara perlahan tetapi pasti mereka ternyata mengeluarkan uang yang melebihi kemampuan cadangan emasnya, bahkan secara sepihak mereka tidak lagi mengijinkan mata uang lain disetarakan terhadap emas, harus dengan Dollar. Pemegang Dollar juga tidak bisa serta merta menukarnya dengan emas yang setara, tentu hal ini karena Amerika Serikat memang tidak memiliki jumlah cadangan  emas yang seharusnya dimiliki setara dengan jumlah uang yang dikeluarkan. Saat itu Amerika hanya memiliki 22% dari jumlah cadangan emas yang harusnya mereka miliki. (Richard Peet, 2003)  


Tindakan Amerika mendapat protes oleh sekutu Amerikat sendiri yaitu Generale De Gaulle dari Perancis. Pada tahun 1968 Degaulle menyebut kesewenang-wenangan Amerika sebagai mengambil hak istimewa yang berlebihan atau exorbitant privilege. Kemudian Keynes mengusulkan sebuah ide yaitu bagaimana kalau dunia membuat suatu mata uang internasional yang ketersediaannya tidak dipengaruhi oleh kondisi keseimbangan neraca pembayaran suatu negara pun di dunia. Usulan Keynes tersebut direalisasikan dengan membuat Special Drawing Rights (SDR) di tahun 1969 atas kesepakatan bersama negara-negara yang dulu turut hadir dalam konferensi di Bretton Woods. SDR bukanlah mata uang yang dapat digunakan oleh individu, melainkan hanya dapat digunakan oleh pemegang otoritas moneter nasional sebagai suatu aset cadangan yang digunakan untuk menstabilkan neraca pembayaran antar negara ketika dalam keadaan imbalance. (Michael B Brown, 1995)

Namun ternyata keberadaan SDR tidak mampu menanggulangi keadaan di tahun 1970-an ketika permintaan pada Dolar Amerika terus meningkat. Akhirnya keadaan ini akhirnya membawa Amerika Serikat pada “krisis kepercayaan”. Amerika dihadapkan pada dua pilihan kebijakan positif dan negatif. Yang pertama adalah melanjutkan sistem ini dan dolar akan terus menjadi mata uang utama dalam perdagangan internasional, namun perekonomian dalam negeri menjadi ancamannya, karena jumlah Dolar yang membanjiri dunia melebihi dari emas yang Amerika punya, Amerika akan mengalami kebangkrutan apabila, semua dolar-dolar yang tersebar di seluruh dunia itu lantas ditukar dengan emas oleh pemilik-pemiliknya. Yang kedua menhentikan sistem ini dan Amerika tidak perlu kuatir akan perekonomian dalam negerinya, namun Amerika akan kehilangan hegemoninya di mata dunia.


 Tekanan dan ketidakpercayaan terus berlanjut, dan negara-negara sekutu Amerika Serikat terus menukar Dollarnya dengan emas. Praktis saat itu hanya Jerman yang tetap mendukung Dollar dan tidak menukar dollarnya dengan emas. Sehingga pada akhirnya pada tahun 1971, secara sepihak Amerika Serikat memutuskan untuk tidak lagi mengaitkan Dollarnya dengan cadangan emas yang mereka miliki.

Tentu saja kejadian ini sangat mengguncang dunia, betapa Amerika ternyata tidak dapat dipercaya, begitu pula dengan Dollar miliknya itu. Kejadian ini terjadi pada tanggal 15 Agustus 1971 yang disebut dengan Nixon Shock. Hal ini menjadi pertanda berakhirnya sistem Bretton Wood dan Gold Exchange Standard dalam struktur keuangan global.

FLOATING EXCHANGE RATE

            Evolusi pada sistem keuangan pasca runtuhnya sistem Bretton Wood ini telah melahirkan sebuah sistem keuangan yang baru seiring sejalan dengan lajunya arus globalisasi. Globalisasi ditandai dengan berkembangnya teknologi informasi di segala aspek kehidupan, termasuk ekonomi. Semua pemberitaan dan kejadian di belahan dunia manapun dapat segera diakses hanya dalam hitungan detik. Begitupun dengan jalannya perekonomian, dapat dengan mudah dilacak keuntungan maupun kerugiannya.

Hal ini memicu meningkatnya spekulasi akan aliran keuangan global sehingga membuat rumit usaha pemerintah untuk menyesuaikan nilai menggantung dari mata uang negaranya. Keadaan ini memunculkan sejumlah pertimbangan bagi pemerintah untuk kembali memberlakukan floating exchange-rates seperti sebelum sistem Bretton Woods digunakan.


Peran floating exchange-rates ini adalah melakukan penyesuaian mata uang ketika terjadi situasi ketidakseimbangan ekonomi internasional. Yaitu penyesuaian mata uang dengan emas dan Dolar pada rezim Bretton Wood, pada tahun 1973 digantikan oleh sistem kurs mengambang antara mata uang dari negara yang memiliki kekuatan ekonomi terkemuka. Perubahan itu disebabkan oleh mobilitas modal tinggi dan dengan pertimbangan ulang tentang manfaat kurs mengambang antara pembuat kebijakan terkemuka, khususnya di Amerika.

Selain itu, dengan diberlakukannya kembali sistem ini, pemerintah tidak lagi menjadi penghambat perdagangan dan peran pemerintah disini hanya sebatas membuat penyesuaian nilai tukar mata uang ketika terjadi ‘fundamental disequlibrium’ (ketidakseimbangan penawaran dan permintaan pada pasar yang sangat significant) dan ketika tingkat spekulasi keuangan semakin membesar.

          Namun, bersamaan dengan penerapan floating exchange-rate, membawa serta dampak lain yaitu munculnya ‘Casino Capitalism’, dimana negara yang berperan sebagai spekulator akan mendominasi pasaran tukar luar negeri (foreign exchange market).

CASINO CAPITALISM

Sistem keuangan Barat yang berkembang dewasa ini cepat sekali mengalami perkembangan. Yang terjadi dewasa ini seiring dengan lajunya arus globalisasi, adalah mengglobalnya sistem keuangan yang disebut sistem keuangan kapitalis kasino (casino capitalism). Sistem keuangan ini seperti menyerupai sebuah permainan kasino yang besar di Las Vegas, yaitu permainan “Kasino keuangan global”.

Seperti halnya permainan kasino, pada sistem keuangan kapitalis kasino ini juga melibatkan sejumlah uang yang begitu besar yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Melewati batasan ruang dan waktu antar negara sekalipun. Di kantor-kantor yang menjulang tinggi yang mendominasi semua kota besar dunia, ruangan-ruangan yang penuh oleh asap rokok para pemuda yang terus mempermainkan permainan kasino keuangan global. Mata mereka selalu tertuju pada layar monitor komputer mengawasi perubahan harga. Mereka bermain kasino keuangan global dengan menggunakan  telphone antar negara atau alat komunikasi antar negara lainnya. Mereka terlihat seperti seorang penjudi kasino yang mengawasi tiap putaran bola silver pada papan permainan.  Seperti halnya pada permainan kasino, permainan kasino keuangan global ini menawarkan pemain untuk memilih permainan. Yaitu bermain pada pasar valuta asing, obligasi, maupun pasar saham. Dan di dalam semua pasar tersebut, pemain diperbolehkan mempertaruhkan apa yang mereka punya, kemudian dapat memutuskan untuk menjual ataupun membeli investasi tergantung dengan kondisi keuangan global pada saat itu.

            Beberapa pemain, terutama bank-bank bermain dengan taruhan yang sangat besar. Selain sebagai pemain, mereka juga dapat bertindak sebagai penasehat keuangan, pemberi tips-tips, penasehat penjualan, hingga sebagai penjual sistem untuk merekayasa hasil pasar investasi kepada para pemain lainnya. Bandar dalam kasino keuangan global ini adalah bankir besar atau broker dan pialang.

Satu hal yang sangat serius adalah bagaimana sistem keuangan kapitalis kasino ini dapat mengubah sistem keuangan internasional sama seperti halnya ruang perjudian. Hal baik dan hal buruk bisa saja terjadi tanpa disangka-sangka sebelumnya (unpredictable). Berbeda dengan bermain kasino biasa, bermain dalam kasino keuangan global ini memiliki resiko yang sangat tinggi dan melibatkan banyak orang di dalamnya, bahkan bagi masyarakat yang tidak terlibat secara langsung dalam permainan ini dapat terkena dampaknya, tak terhindarkan (unavoidable).

Perubahan mata uang dapat mengurangi nilai hasil tanaman petani sampai setengahnya bahkan sebelum ia sempat memanen. Perubahan mata uang juga bisa mendepak keluar seorang eksportir dari percaturan bisnis. Kenaikan suku bunga dapat menggelembungkan biaya pengadaan barang dagangan toko kelontong. Pengambilalihan saham yang didasarkan pada pertimbangan keuangan bisa membuat buruh pabrik kehilangan pekerjaan. Apa yang terjadi dalam perjudian kasino di pusat-pusat keuangan besar selanjutnya akan menimbulkan konsekuensi yang tidak terduga, tidak terhindarkan, dan sekonyong-konyong dialami banyak orang, mulai dari guru, pekerja, sampai pensiunan. Kasino keuangan bagaikan memaksa setiap orang suka atau tidak suka untuk turut terlibat dalam permainan ular tangga.

Diibaratkan seperti bermain dengan ular tangga karena jatuhnya dadu pemain tidak dapat dipastikan akan ke angka berapa, apakah itu akan menguntungkan atau merugikan, kemalangan atau keberuntungan? Hal ini tentu menjadi masalah serius dimana faktor keberuntungan mulai mengambil alih dan menentukan dalam perekonomian lebih dari keterampilan, usaha, inisiatif, tekad dan kerja keras seseorang. Keburuntungan menjadi suatu hal yang sangat diharapkan oleh manusia daripada kehidupan sosial yang nyata. Padahal dengan demikian nasib buruk dapat saja terjadi secara tiba-tiba. Keberuntungan yang diharapkan dapat saja berubah menjadi bencana yang tak terelakan. Yakni ketika kasino keuangan global dapat menghapus tabungan seumur hidup seseorang, membuat bangkrut bisnis karena beberapa perubahan tak terduga dalam tingkat bunga atau harga-harga komoditas, dan lain sebagainya. Tentu saja semua hal ini dapat terjadi karena memang dalam permainan kasino keuangan global semua tidak dapat diprediksi dengan ketepatan 100%. Pemain bisa saja melakukan kesalahan karena telah mengambil keputusan yang salah dalam permainan ini, sehingga pemain dapat saja mengalami kerugian yang amat besar atau mungkin saja bangkrut hanya dalam hitungan detik. Itulah mengapa sistem keuangan yang sedang dimainkan oleh para pelaku kapitalis ekonomi di zaman global ini menjadi seperti arena perjudian ini layak disebut sistem keuangan kapitalis kasino atau casino capitalism.

            Keadaan inilah yang akhirnya mendorong negara-negara Uni Eropa untuk membuat European Monetary Union pada tahun 1999 dan memberlakukan Euro sebagai mata uang yang dipakai oleh sebagian besar anggota UE kecuali Inggris. Meski begitu, sekalipun mendapat saingan dari mata uang Euro maupun Yen, mata uang Dolar Amerika masih tetap mendominasi perdagangan dan mempengaruhi struktur keuangan global hingga saat ini, walaupun sistem Bretton Woods telah runtuh di tahun 1970-an.

            Kapitalisme kasino ini juga memiliki pengaruh buruk terhadap perekonomian global. Mengapa? Karena pada kenyataannya, kapitalisme kasino sangat sering menyebabkan bencana ekonomi sehingga berpengaruh buruk pada kehidupan jutaan rakyat biasa. Bahkan mereka yang tidak ambil bagian langsung dalam kapitalisme kasino (misalnya rakyat miskin, buruh, dan pedagang kecil) mungkin tidak dapat lari dari putaran mesin keuangan global itu. (Susan Strage, 1986)

KAPITALIS KASINO KORBANKAN PEGAWAI RENDAHAN

Tahun 2008, telah terjadi pembobolan dana pada Bank Perancis Societe Generale di Paris. Bank Sentral Prancis lantas mulai meneliti dan menginvestigasi apa yang sesungguhnya terjadi. Tercatat setelah itu, Bank Societe Generale telah kehilangan dana senilai 4,9 miliar Euro atau $ 7,15 miliar atau Rp 67 triliun. Diduga oknum pegawai Societe Generale menjadi pelaku tunggal aksi kejahatan tersebut. Akibat kejadian ini kepercayaan terhadap Bank Societe Generale menurun drastis (Koran Republika, 2008).

Frederic Hamm, seorang pengelola dana di Agilis Gestion, yakin penipuan ini berdampak pada reputasi bank itu. Dan setelah kejadian ini Presiden direktur Societe Generale, Daniel Bouton menawarkan diri untuk mundur tetapi pengunduran dirinya ditolak oleh dewan direksi, demikian kata bank tersebut. Akibat kejadian ini juga perdagangan saham-saham Societe Generale di bursa saham Perancis dihentikan hari Kamis. Akibatnya harga saham-saham bank Societe Generale sudah turun hingga 50 persen. (BBC News Indonesia, 2008)

           Jerome Kerviel, pemuda berusia 31 tahun telah ditangkap sebagai tersangka pembobolan dana di Bank terbesar kedua di Perancis tersebut.  Aksi ini dilakukan Jerome pada Januari tahun 2008. Karena aksinya ini Jerome pada akhirnya harus mendekam di dalam penjara selama beberapa waktu. Vonis hukuman penjara dan denda terhadap mantan pialang bursa Jerome Kerviel akibat spekulasi yang menyebabkan kerugian milyaran Euro bagi perusahaan tempatnya bekerja Bank Perancis Societe Generale menjadi sorotan dalam tajuk harian internasional.

Namun apakah benar demikian? Jerome Kerviel, ibaratnya menjadi kambing hitam dalam skandal spekulasi bursa yang merugikan bank Societe General milyaran Euro. Harian konservatif Italia, Corriere della Sera yang terbit di Milan dalam tajuknya berkomentar : Apakah Kerviel satu-satunya oknum yang bersalah? Dengan vonis ini Kerviel harus bekerja di tempat barunya sebagai konsultan infromatik selama 177.000 tahun untuk dapat membayar utangnya kepada bank besar Perancis itu. Kerviel memang divonis bersalah. Tapi bagaimana mungkin bahwa para manajer puncak di bank bersangkutan samasekali tidak menyadari skandal ini? Apakah benar-benar dimungkinkan, bahwa para manajer baru mengetahuinya setelah dua tahun, yakni baru pada tahun 2008 ketika menyadari spekulasi itu sudah runtuh hingga dasarnya.

Bank Perancis Societe Generale  menyalahkan Kerviel, 33 atas kerugian 4.9 Euro. Dia telah diselidiki sejak Societe Generale mengumumkan kerugiannya pada 2008. Menurut Societe Generale, kerugian tersebut disebabkan oleh kesepakatan yang tidak sah yang dilakukan oleh Kerviel. Namun, mutlak tuduhan pemalsuan, pelanggaran kepercayaan dan penggunaan komputer yang tidak sah ini dibantah Kerviel. "Dorongan setiap hari dari atasan saya mendorong saya untuk terus," kata Kerviel di pengadilan. Dalam buku yang diterbitkan bulan lalu, ia mengklaim bahwa atasannya menutup mata untuk perdagangan sementara ia mendapatkan uang untuk bank, namun campur tangan ketika ia mulai mengalami kerugian dan turut menyalahkannya. Kejadian tersebut telah mengguncang pasar keuangan, namun hal tersebut segera disusul oleh krisis sub-prime mortgage global, yaitu runtuhnya perusahaan investasi besar Lehman Brothers dan kasus penipuan oleh Bernard Madoff dalam skema Ponzi. Bagaimanapun Bank Societe Generale tetap dikenai denda 4 Milyar Euro oleh regulator Prancis untuk kelemahan dalam kontrol internalnya. Wartawan BBC Christian Fraser di Paris mengatakan kasus ini hadir untuk melambangkan terdapat banyak kesalahan dengan kapitalis Wall Street di Perancis.

Kerviel dalam buku barunya, The Spiral: Memoirs of a Trader, menyindir hal tersebut, dia menulis bahwa ia "di jantung pesta perbankan besar", dan bahwa trader "hanya pernah diberikan pertimbangan yang sama seperti pelacur murah: cepat terima kasih untuk pengambilalihan hari yang baik". Pengacara Kerviel itu Olivier Metzner mengatakan dia akan menunjukkan bahwa Jerome Kerviel tidak melakukan penyalahgunaan kepercayaan bank". Hal yang dilakukan Kerviel, menurut Metzner sesungguhnya telah diketahui oleh atasannya. "Apakah akses perbankan tersebut karena pembobolan Jerome Kerviel atau karena sistem perbankan yang ada memang telah begitu?" Metzner mengatakan kepada surat kabar Metro Perancis. Namun pengacara dari pihak Bank Societe Generale, Jean Veil, menuduh Kerviel dari "bermuka dua" untuk meyakinkan bos bahwa tidak ada yang salah.

Penyelidikan selanjutnya oleh polisi ke Kerviel menyimpulkan bahwa sejak awal, Kerviel tidak pernah secara pribadi mendapat keuntungan dari kegiatan yang dia lakukan dan Kerviel juga tidak melakukan penipuan. Dia hanya bekerja sesuai dengan pekerjaannya, dan managernya tahu  terhadap apapun yang dilakukannya. Kerviel di perusahaannya saat ini bekerja sebagai teknisi komputer penghasilan € 2.300 per bulan. (BBC News, 2008)

Harian Perancis Liberation yang terbit di Paris berkomentar : Apakah Kerviel hanya dijadikan kambing hitam? Kerviel divonis hukuman tiga tahun penjara dan menanggung semua dosa bank tempatnya bekerja. Tapi ia bersalah. Dengan spekulasinya yang nekat dan secara sadar ditutup-tutupi, Kerviel dituding meraup keuntungan secara keuangan dari kebohongannya itu. Sebuah roda gigi kecil dalam mesin penggerak besar krisis keuangan, kini praktis harus bertanggung jawab sendirian dan memikul beban aib dari kebejatan kasino kapitalisme.

Harian Perancis lainnya La Montagne berkomentar: Barang siapa ingin membersihkan tangga, ia harus memulainya dari atas. Apakah para hakim melupakan ujar-ujar bijak ini. Atau mereka hendak memberikan pengertian baru kepada kita, bahwa orang-orang di dalam dunia liar sistem keuangan hanyalah debu-debu tanpa arti. Dan ini sudah sukses. Sebab dengan itu, Kerviel secara yuridis sudah tepat dihukum. Dia divonis hukuman berat dan sistem keuangan dengan segala bentuk gangguannya divonis bebas. Tidak ada yang menyangkal, bahwa Kerviel yang pegawai rendahan, yang dijadikan kambing hitam, layak dihukum bagi huru hara yang diciptakannya. Tapi apakah para hakim benar-benar harus membebaskan perbankan yang menaungi aktifitas Kerviel tersebut?

Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung yang terbit di Zürich berkomentar : Bagi Societe Generale berdasarkan alasan vonis semuanya sudah benar. Juga bank Perancis itu secara moral dapat merasa sebagai pemenang, karena ditunjukkan, bagaimana seorang pegawainya menyalahgunakan kepercayaan. Penafsiran yang naif ini, bukan hanya direlatifkan oleh undang-undang baru perbankan, yang secara global kemudian menyusul muncul serta aturan baru sikap menghadapi risiko. Tapi juga kenyataan, bahwa negara Perancis yang di satu sisi memandang adanya desakan untuk menguasai bank-bank besar, dengan senang menerima vonis pengadilan dalam kasus Kerviel. Sebagai kambing hitam untuk penanggulangan krisis gaya Perancis dalam sebuah perusahaan besar, Kerviel memang sosok yang tepat.

Terakhir harian Jerman Tageszeitung yang terbit di Berlin berkomentar : Para hakim di Paris menjadikan pialang bursa Jerome Kerviel sebagai kambing hitam. Dengan itu vonisnya hanyalah gejala bagi konsekuensi yang sejauh ini ditarik dari krisis keuangan. Jika dalam perjudian dalam kasino global bidang keuangan terjadi kegagalan, maka harus dicari oknum yang bisa dituduh dan dihukum. Tapi sistemnya yang sakit, hingga kini tetap tidak tersentuh.
           
Dari berbagai opini pers yang ada, Bank Perancis dengan sengaja membuat Jerome Kerviel sebagai kambing hitam dalam permasalahan ini, memang benar Jerome Kerviel bersalah dalam hal ini, namun apakah pantas hanya Kerviel yang dipermasalahkan, mengingat Bank Perancis Societe Generale adalah bank terbesar nomor 2, kenapa sampai tidak bisa melacak, mencegah kejadian ini hingga sampai menimbulkan kebobolan dalam jumlah yang besar. Kebobrokan sistem kasino kapitalis yang diusung Bank Perancis Societe Generale hanya bisa ditutupi oleh kesalahan Jerome Kerviel. Akibat spekulasi yang salah oleh mantan karyawannya tersebut, menyebabkan saham Perancis Societe Generale langsung jatuh, sehingga mendorong kepanikan di seluruh bursa. Yang pada akhirnya “memaksa” the Fed mengambil tindakan dengan menurunkan suku bunga hingga 75 basis poin untuk mencegah merembetnya kerontokan bursa Eropa ke Wall Street. (Suara pers, 2010)

            Beruntung bagi Bank Societe Generale, sepanjang 2007, Bank tersebut telah berhasil mendapatkan keuntungan bersih yangdiperkirakan akan berkisar antara 600 hingga 800 juta euro. Dan untuk menutupi kerugian akibat kasus ini, Bank Societe Generale juga akan mencoba mendapatkan dana sekitar 5,5 Miliar Euro melalui peningkatan modal untuk memperkuat modal dasarnya. (BBC News Indonesia, 2008)

            Lain halnya dengan bank terbesar di Perancis, Bank Caisse d'Epargne. Akibat krisis keuangan kapitalis global yang terus menggerogoti perbankan khususnya di Perancis, Bank tersebut di tahun yang sama harus mengalami sejumlah kerugian yang dialaminya sekitar 600 miliar Euro atau setara USD800 Miliar pada perdagangan saham. Akibatnya, Bank Caisse d'Epargne terpaksa gulung tikar. Ini berarti, ada berapa banyak pekerja yang otomatis tercerabut dari pekerjaannya. Mulai dari pegawai rendahan hingga para pejabat Bank tersebut, yang berpendidikan tinggi maupun yang berpendidikan rendah. Semuanya terancam kehilangan sumber mata pencaharian mereka.
     
 Alhasil, kerugian demi kerugian yang dialami oleh Bank-Bank besar di Perancis ini menimbulkan keraguan akan sistem keuangan yang ada sekarang ini. Seperti yang dikutip dari AFP, Jumat (17/10/2008), kerugian dramatis diderita bank itu, di mana hampir satu dari dua warga Prancis adalah konsumennya, merupakan kejadian terkini yang menurunkan kepercayaan terhadap perbankan dan sistem keuangan saat ini.

KAPITALIS KORBANKAN 26 RIBU KARYAWAN LEHMAN BROTHERS DAN PEREKONOMIAN GLOBAL

Tidak perlu menunggu terlalu lama, masih di tahun yang sama 2008, bagaikan penyakit menular yang sulit untuk dihalau, kerugian bahkan kebangkrutan akibat sistem keuangan casino capitalism bagaikan virus, telah menyerang Amerika dan negara-negara maju lainnya seperti Jepang.

Di Amerika sendiri, krisis yang mendera sejumlah institusi keuangan papan atas di New York, telah menjalar pula ke harga saham. Pada perdagangan awal pekan ini di bursa Wall Street, indeks harga saham "terjun bebas" hingga mencetak rekor terendah dalam tujuh tahun terakhir. Situasi tersebut terlihat saat penutupan perdagangan Senin sore, 15 September 2008, waktu New York (Selasa pagi WIB). Indeks harga saham industri Dow Jones anjlok lebih dari 500 poin atau lebih dari empat persen ketimbang tingkat akhir pekan lalu, menjadi 10.917,51. Itu merupakan penurunan paling drastis yang pernah terjadi di Wall Street sejak serangan teroris 11 September 2001 pada salah satu pusat perdagangan saham terbesar di dunia (WTC) yang melumpuhkan kegiatan rutin New York. Saat itu indeks harga saham turun 684,81 poin ketika perdagangan dibuka enam hari setelah serangan teroris.

Akibat harga saham anjlok, menguap pula dana sekitar US$700 miliar, baik berupa dana rencana pensiun, tunjangan pensiun pemerintah, dan portfolio investasi. Rekor terburuk harga saham dalam tujuh tahun terakhir merupakan efek dari krisis yang menimpa sejumlah lembaga keuangan papan atas. Salah satu korban yaitu Lehman Brothers, institusi keuangan terbesar nomor empat di seluruh dunia yang telah berdiri selama 158 tahun namun akhirnya jatuh bangkrut akibat kredit macet sedikitnya US$60 miliar. (Renne, 2008)

Lehman Brothers adalah sebuah bank investasi terbesar keempat di dunia akhirnya tidak kuat membendung masalah kredit macetnya. Bank berusia 158 tahun itu akhirnya mengajukan kebangkrutan guna melindungi aset dan memaksimalkan nilai perusahaan ke United States Bankruptcy Court for the Southern District of New York pada tanggal 15 September 2008 karena tidak memdapat suntikan dana bantuan modal dari pemerintah Amerika. Lehman ini mencatat kerugian sekitar US$ 3,9 miliar pada triwulan ketiga 2008 menyusul beberapa hapus buku pada aset mortgage-nya. Pengumuman kebangkrutan itu muncul setelah tidak adanya pembeli yang pas sebagai investor baru Lehman Brothers. Keputusan ini sekaligus menjadi akhir dari pertemuan 3 hari berturut-turut yang digelar para bankir, bank sentral AS dan Depkeu AS. (Dadan, 2008)

Kebangkrutan bank investasi raksasa legendaris AS, Lehman Brothers telah menimbulkan kerugian yang luas. Di luar AS, kerusakan yang ditimbulkan akibat kebangkrutan Lehman diperkirakan mencapai US$ 300 miliar.
Demikian disampaikan Presiden Federal Financial Supervisory Authority Jerman, Jochen Sanio dalam sebuah konferensi perbankan inernasional seperti dikutip dari Reuters, Selasa 14 Oktober 2008 (Nurul, 2008).

Seperti badai yang menghantam lalu kemudian merobohkan semuanya, Begitupula dengan apa yang telah terjadi pada Leman Brothers. Lehman Brothers yang memang telah sekarat akibat kredit perumahan yang macet, Jumat sore tanggal 12 September 2008, tersiar kabar Bain Capital dan Clayton Dubilier & Rice berniat mengambil alih divisi manajemen aset Lehman. Malamnya, giliran Barclays, perusahaan investasi asal Inggris, menyampaikan hasrat membeli Lehman yang tengah sekarat. Namun, ternyata Minggu siang tanggal 14 September 2008, semua kabar gembira itu satu per satu rontok. Pukul 12.57, Barclays menyatakan mundur. Tiga jam kemudian, giliran Bank of America yang mengurungkan niat membeli Lehman. Richard S. Fuld Jr., bos Lehman Brothers semakin terpojok. Upayanya mati-matian mempertahankan Lehman menumbuk jalan yang buntu. Hingga pada akhirnya Senin dini hari, tanggal 15 September 2008 pukul 00.30, dia melempar handuk. Lehman Brothers menyatakan diri bangkrut dan meminta perlindungan pemerintah.

Kebangkrutan Lehman meninggalkan aset US$ 639 miliar (sekitar Rp 6.000 triliun) dengan utang superjumbo, US$ 613 miliar (Rp 5.750 triliun) atau sekitar enam kali anggaran belanja Indonesia. Tamatnya perusahaan berumur 158 tahun dengan beban utang sebesar itu segera menimbulkan badai besar di pasar keuangan dan bursa saham global. Semua indeks di bursa saham dunia anjlok tajam. (Pradityo, 2008)


 Akibat bangkrut, tamat pula kiprah Lehman Brothers bersama dengan karyawan-karyawan mereka yang tersebar di berbagai negara cabang dari Lehman Brothers pusat New York Amerika. Lebih dari 26 ribu karyawannya di manapun, dari New York, London, hingga Seoul, terancam di-PHK. Bahkan sebagian dari mereka sudah hengkang dari kantor untuk mencari pekerjaan baru. Aset-aset Lehman pun ludes. Bahkan untuk membayar gaji karyawan di akhir bulan, Lehman membayar mereka tidak dengan cek atau uang, melainkan dengan saham - mengingat sebanyak 30 persen ekuitas bank tersebut menjadi hak para karyawan. Bahkan hingga bonus karyawan pun dibayar dengan kertas saham. 

Tak hanya itu, tagihan kartu kredit korporat yang selama ini ditanggung perusahaan kini bakal menjadi beban mereka. Karyawan yang masih memiliki voucher lebih dari 100 poundsterling, untuk membeli makanan di kantin perusahaan, menggunakan voucher tersebut untuk mendapatkan apapun yang bisa diambil. "Berbatang-batang cokelat, berkantung-kantung biji kopi, dan apapun yang bisa disimpan untuk waktu lama," kata seorang karyawan.

Sementara itu sebagian staf Lehman Brothers yang masih tersisa tetap bekerja bahu membahu dengan yang lain, sampai ada perintah dari bos untuk berhenti. Seperti yang diungkapkan Ahab Eskaros, pekerja asal Mesir di divisi utama broker. "Kami akan tetap bekerja kecuali seseorang menyuruh kami sebaliknya," kata Eskaros. (Nenden, 2008)

Demikian contoh-contoh kasus bagaimana kolapsnys sektor non riil ini dapat berimbas langsung kepada sektor riil di dunia dewasa ini, dimana para nasabah menyimpan modal usaha dan tabungannya di Bank-Bank kepercayaan mereka untuk melakukan usaha riil, namun setelah Bank kepercayaan mereka merugi bahkan harus gulung tikar, bagaimana dengan nasib uang simpanan mereka di Bank tersebut? Seorang pengusaha akan kehilangan modalnya yang telah denga susah payah ia kumpulkan akibat bangkrutnya Bank tempat ia mempercayakan keuangannya, sehingga dia tidak dapat lagi mengembangkan usahanya atau bahkan malah menutup usahanya, kemudian lantas memberhentikan karyawan-karyawannya. Pengangguran dimana-mana, kemiskinan akan dengan cepat mewabah sebagai efek jangka panjangnya. Sehingga, dapat dipastikan krisis keuangan akibat jatuhnya nilai saham sebuah perusahaan akan berdampak bagi masyarakat luas. Baik bagi yang terlibat secara langsung maupun bagi yang tidak terlibat langsung. Hal inilah yang menjadi polemik dalam perekonomian, bagaimana sebuah sektor non riil dapat mempengaruhi sektor riil.

Runtuhya institusi lembaga keuangan terbesar Amerika Serikat Lehman & Brothers adalah bukti akibat adanya kerapuhan sistem keuangan global yang membuat kepanikan di seluruh dunia. “Jadi situasi ini orang menjadi panik dan tidak percaya satu sama lain karena mereka bisa beranggapan perusahaan besar seperti Lehman dan AIG bisa bangkrut jadi siapa yang harus dipercaya, kira-kira begitu, terutama di AS, karena mereka tidak saling percaya maka mereka berhenti transaksi jadi likuiditas berhenti di masing-masing kantong. Tidak terjadinya exchange,” Kata Menko Perekonomian Sri Mulyani di Grahasawala, Depkeu, Jakarta, Sabtu 20 September 2008. (TheIndonesiaNow, 2008)

Meski sistem keuangan casino capitalism yang ada sekarang ini sangat menjanjikan keuntungan yang sangat menggiurkan dan telah menjadi pilihan tepat bagi seseorang untuk mendapatkan kapital dalam jumlah besar hanya dalam hitungan detik katakanlah seperti itu, namun kebangkrutan demi kebangkrutan yang dialami bank-bank sebagai lembaga keuangan yang paling dipercaya masyarakat ternyata tidak mampu mengemban amanah nasabahnya, hanya karena salah mengambil keputusan dalam permainan kasino keuangan global. Masihkan casino capitalism kini dianggap sebagai carrot dalam percaturan ekonomi keuangan di dunia?