Zaman neoliberalisme telah membawa
kita ke zaman post kapitalisme. Berangkat dari arus globalisasi, seakan terlena
oleh kemajuan teknologi dan informasi, masyarakat dunia berlomba-lomba untuk
melakukan ekspansi kapitalisme besar-besaran. Tidak saja dalam bentuk riil
namun juga dalam bentuk non riil. Sebut saja transaksi dalam pasar saham
global. Jenis bisnis tersebut tengah marak dilakukan para eksekutor bisnis di
dunia dewasa ini. Membuat keuntungan pada sektor riil tidak lagi menjadi
prioritas utama dalam neraca pendapatan dan kapital perusahaan. Hal ini erat
kaitannya ketika sebuah sistem keuangan sebelumnya yaitu Bretton Wood mengalami
kegagalan pada era tahun 1970-an
yang menandai tidak diberlakukan lagi gold exchange standard atau runtuhnya
rezim sistem tukar menggunakan standar emas pada dollar Amerika.
Hal
tersebut tentu saja menimbulkan fluktuasi nilai mata uang dollar Amerika pada
perdagangan global dan menimbulkan munculnya komitmen dari negara-negara lain
di dunia untuk mengontrol kapital. Pengontrolan kapital ini terus dilakukan
seiring berjalannya dengan tindakan globalisasi yang memajukan teknologi dan
membuat segala informasi menjadi lebih mudah dilacak, para kapitalis-kapitalis
lalu mulai dapat melakukan kontrol kapital yang mereka punya melalui jejaring
internet dengan cepat, memunculkan geliat antusias kapitalis untuk segera
melakukan spekulasi-spekulasi yang dianggap lebih menguntungkan bagi penambahan
kapital di kantong mereka. Pengontrolan kapital melalui spekulasi-spekulasi keuangan
ini lalu kemudian menciptakan suatu jenis perdagangan sektor non riil ini di
dunia seperti Forex Trading dan Index Trading. Kehadiran cara-cara baru
inilah yang kemudian dianggap sebagai suatu evolusi baru pada sistem keuangan
dunia yaitu sistem keuangan kapitalis spekulasi non riil yang disebut kasino
kapitalisme.
Namun
perkembangan ekspansi kapitalis ke sektor non rill ini menyebabkan ketertarikan
yang berlebihan dari para kapitalis atau pelaku kasino kapitalis dalam
melakukan spekulasi-spekulasi yang berbahaya dalam pengambilan keputusan
pembelian maupun penjualan dalam forex trading dan index trading. Hal inilah
yang lalu menimbulkan pertanyaan, “Apakah
perkembangan kasino kapitalisme di dunia dewasa ini merupakan suatu hadiah dari
perkembangan globalisasi yang membantu ekonomi berkembang pesat dengan sangat
cepat atau malah sebaliknya merupakan pukulan telak bagi para pelaku ekonomi di
dunia?”
RUNTUHNYA SISTEM KEUANGAN GOLD STANDART DAN SISTEM KEUANGAN BRETTON WOOD
Sebelum menjawab pertanyaan di atas
mari kita merefresh kembali ingatan kita bagaimana sebelum kasino kapitalisme
ini lahir, telah ada sebuah sistem keuangan di dunia ini terlahir pasca
berakhirnya perang dunia ke II pada bulan Juli 1944, yaitu sistem keuangan
global Bretton Woods. Suatu sistem keuangan yang lahir ketika Amerika sebagai
negara pemenang perang memprakarsai konferensi di Bretton Woods yang akan mengatur sistem keuangan dunia.
Hasil kesepakatan pada konferensi tersebut adalah janji
Amerika untuk mendukung Dolar miliknya secara penuh dengan emas yang nilainya
setara. Kesetaraan ini mengikuti konversi harga emas yang ditentukan tahun 1934
oleh Presiden Roosevelt yaitu US$ 35 untuk 1 troy ons emas. Negara-negara
lain yang mengikuti kesepakatan tersebut awalnya diijinkan untuk menyetarakan
uangnya terhadap emas ataupun terhadap Dolar. Dengan kesepakatan ini
seharusnya siapapun yang memegang Dolar dengan mudah menukarnya dengan emas
yang setara.
Namun kesepakatan Bretton Wood yang digagas oleh
Amerika ternyata juga diingkari sendiri oleh Amerika. Secara perlahan tetapi
pasti mereka ternyata mengeluarkan uang yang melebihi kemampuan cadangan
emasnya, bahkan secara sepihak mereka tidak lagi mengijinkan mata uang lain
disetarakan terhadap emas, harus dengan Dollar. Pemegang Dollar juga tidak bisa
serta merta menukarnya dengan emas yang setara, tentu hal ini karena Amerika
Serikat memang tidak memiliki jumlah cadangan emas yang seharusnya
dimiliki setara dengan jumlah uang yang dikeluarkan. Saat itu Amerika hanya
memiliki 22% dari jumlah cadangan emas yang harusnya mereka miliki. (Richard Peet, 2003)
Tindakan Amerika mendapat protes
oleh sekutu Amerikat sendiri yaitu Generale
De Gaulle dari Perancis. Pada tahun 1968 Degaulle menyebut
kesewenang-wenangan Amerika sebagai mengambil hak istimewa yang berlebihan atau
exorbitant privilege. Kemudian
Keynes mengusulkan sebuah ide yaitu bagaimana kalau dunia membuat suatu mata
uang internasional yang ketersediaannya tidak dipengaruhi oleh kondisi
keseimbangan neraca pembayaran suatu negara pun di dunia. Usulan Keynes
tersebut direalisasikan dengan membuat Special Drawing Rights (SDR) di tahun
1969 atas kesepakatan bersama negara-negara yang dulu turut hadir dalam
konferensi di Bretton Woods. SDR bukanlah mata uang yang dapat digunakan oleh
individu, melainkan hanya dapat digunakan oleh pemegang otoritas moneter
nasional sebagai suatu aset cadangan yang digunakan untuk menstabilkan neraca
pembayaran antar negara ketika dalam keadaan imbalance. (Michael B Brown, 1995)
Namun ternyata keberadaan SDR tidak
mampu menanggulangi keadaan di tahun 1970-an ketika permintaan pada Dolar
Amerika terus meningkat. Akhirnya keadaan ini akhirnya membawa Amerika Serikat
pada “krisis kepercayaan”. Amerika dihadapkan pada dua pilihan kebijakan
positif dan negatif. Yang pertama adalah melanjutkan sistem ini dan dolar akan
terus menjadi mata uang utama dalam perdagangan internasional, namun
perekonomian dalam negeri menjadi ancamannya, karena jumlah Dolar yang membanjiri
dunia melebihi dari emas yang Amerika punya, Amerika akan mengalami
kebangkrutan apabila, semua dolar-dolar yang tersebar di seluruh dunia itu
lantas ditukar dengan emas oleh pemilik-pemiliknya. Yang kedua menhentikan
sistem ini dan Amerika tidak perlu kuatir akan perekonomian dalam negerinya,
namun Amerika akan kehilangan hegemoninya di mata dunia.
Tekanan dan ketidakpercayaan terus berlanjut,
dan negara-negara sekutu Amerika Serikat terus menukar Dollarnya dengan emas.
Praktis saat itu hanya Jerman yang tetap mendukung Dollar dan tidak menukar
dollarnya dengan emas. Sehingga pada akhirnya pada tahun 1971, secara sepihak
Amerika Serikat memutuskan untuk tidak lagi mengaitkan Dollarnya dengan
cadangan emas yang mereka miliki.
Tentu saja kejadian ini sangat
mengguncang dunia, betapa Amerika ternyata tidak dapat dipercaya, begitu pula
dengan Dollar miliknya itu. Kejadian ini terjadi pada tanggal 15 Agustus 1971
yang disebut dengan Nixon Shock.
Hal ini menjadi pertanda berakhirnya
sistem Bretton Wood dan Gold Exchange Standard
dalam struktur keuangan global.
FLOATING
EXCHANGE RATE
Evolusi
pada sistem keuangan pasca runtuhnya sistem Bretton Wood ini telah melahirkan
sebuah sistem keuangan yang baru seiring sejalan dengan lajunya arus
globalisasi. Globalisasi ditandai dengan berkembangnya teknologi informasi di
segala aspek kehidupan, termasuk ekonomi. Semua pemberitaan dan kejadian di
belahan dunia manapun dapat segera diakses hanya dalam hitungan detik.
Begitupun dengan jalannya perekonomian, dapat dengan mudah dilacak keuntungan
maupun kerugiannya.
Hal ini memicu meningkatnya spekulasi akan aliran keuangan
global sehingga membuat rumit usaha pemerintah untuk menyesuaikan nilai
menggantung dari mata uang negaranya. Keadaan ini memunculkan sejumlah
pertimbangan bagi pemerintah untuk kembali memberlakukan floating exchange-rates seperti sebelum sistem Bretton Woods digunakan.
Peran
floating exchange-rates ini adalah
melakukan penyesuaian mata uang ketika terjadi situasi ketidakseimbangan
ekonomi internasional. Yaitu penyesuaian mata uang dengan emas dan Dolar pada rezim Bretton Wood, pada tahun 1973 digantikan oleh sistem
kurs mengambang antara mata uang dari negara yang memiliki kekuatan ekonomi
terkemuka. Perubahan itu disebabkan oleh mobilitas modal tinggi dan dengan
pertimbangan ulang tentang manfaat kurs mengambang antara pembuat kebijakan
terkemuka, khususnya di Amerika.
Selain
itu, dengan diberlakukannya kembali sistem ini, pemerintah tidak lagi menjadi
penghambat perdagangan dan peran pemerintah disini hanya sebatas membuat
penyesuaian nilai tukar mata uang ketika terjadi ‘fundamental disequlibrium’ (ketidakseimbangan
penawaran dan permintaan pada pasar yang sangat significant) dan ketika tingkat
spekulasi keuangan semakin membesar.
Namun,
bersamaan dengan penerapan floating
exchange-rate, membawa serta dampak lain yaitu munculnya ‘Casino Capitalism’, dimana negara yang
berperan sebagai spekulator akan mendominasi pasaran tukar luar negeri (foreign exchange market).
CASINO CAPITALISM
Sistem keuangan
Barat yang berkembang dewasa ini cepat sekali mengalami perkembangan. Yang
terjadi dewasa ini seiring dengan lajunya arus globalisasi, adalah mengglobalnya
sistem keuangan yang disebut sistem keuangan kapitalis kasino (casino capitalism). Sistem keuangan ini
seperti menyerupai sebuah permainan kasino yang besar di Las Vegas, yaitu permainan “Kasino keuangan global”.
Seperti halnya
permainan kasino,
pada sistem keuangan
kapitalis kasino ini juga melibatkan sejumlah uang yang begitu
besar yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Melewati batasan ruang dan waktu
antar negara sekalipun. Di kantor-kantor yang menjulang tinggi yang mendominasi
semua kota besar dunia, ruangan-ruangan yang penuh oleh asap rokok para pemuda
yang terus mempermainkan permainan kasino keuangan global. Mata mereka selalu tertuju pada
layar monitor komputer mengawasi perubahan harga. Mereka bermain kasino
keuangan global dengan menggunakan telphone
antar negara atau alat komunikasi antar negara lainnya. Mereka terlihat seperti
seorang penjudi kasino yang mengawasi tiap putaran bola silver pada papan
permainan. Seperti halnya pada permainan
kasino, permainan kasino keuangan global ini menawarkan pemain untuk memilih
permainan. Yaitu bermain
pada pasar valuta asing, obligasi, maupun pasar saham.
Dan di dalam semua pasar tersebut, pemain diperbolehkan mempertaruhkan apa yang
mereka punya, kemudian dapat memutuskan untuk menjual ataupun membeli investasi
tergantung dengan kondisi keuangan global pada saat itu.
Beberapa
pemain, terutama bank-bank bermain dengan taruhan yang sangat besar. Selain
sebagai pemain, mereka juga dapat bertindak sebagai penasehat keuangan, pemberi
tips-tips, penasehat penjualan, hingga sebagai penjual sistem untuk merekayasa
hasil pasar investasi kepada para pemain lainnya. Bandar dalam kasino keuangan
global ini adalah bankir besar atau broker
dan pialang.
Satu hal yang sangat serius adalah
bagaimana sistem keuangan kapitalis kasino ini dapat mengubah sistem keuangan
internasional sama seperti halnya ruang perjudian. Hal baik dan hal buruk bisa
saja terjadi tanpa disangka-sangka sebelumnya (unpredictable). Berbeda dengan bermain kasino biasa, bermain dalam
kasino keuangan global ini memiliki resiko yang sangat tinggi dan melibatkan
banyak orang di dalamnya, bahkan bagi masyarakat yang tidak terlibat secara
langsung dalam permainan ini dapat terkena dampaknya, tak terhindarkan (unavoidable).
Perubahan mata
uang dapat mengurangi nilai hasil tanaman petani sampai setengahnya bahkan sebelum
ia sempat memanen. Perubahan mata uang juga bisa mendepak keluar seorang
eksportir dari percaturan bisnis. Kenaikan suku bunga dapat menggelembungkan
biaya pengadaan barang dagangan toko kelontong. Pengambilalihan saham yang
didasarkan pada pertimbangan keuangan bisa membuat buruh pabrik kehilangan
pekerjaan. Apa yang terjadi dalam perjudian kasino di pusat-pusat keuangan
besar selanjutnya akan menimbulkan konsekuensi yang tidak terduga, tidak
terhindarkan, dan sekonyong-konyong dialami banyak orang, mulai dari guru,
pekerja, sampai pensiunan. Kasino keuangan bagaikan memaksa setiap orang suka
atau tidak suka untuk turut terlibat dalam permainan ular tangga.
Diibaratkan seperti bermain dengan
ular tangga karena jatuhnya dadu pemain tidak dapat dipastikan akan ke angka berapa, apakah
itu akan menguntungkan atau merugikan, kemalangan atau keberuntungan? Hal ini tentu menjadi masalah
serius dimana faktor keberuntungan mulai mengambil alih dan
menentukan dalam
perekonomian lebih dari keterampilan, usaha, inisiatif,
tekad dan kerja keras seseorang. Keburuntungan menjadi suatu hal yang sangat diharapkan
oleh manusia daripada kehidupan sosial yang nyata. Padahal dengan demikian
nasib buruk dapat saja terjadi secara tiba-tiba. Keberuntungan yang diharapkan
dapat saja berubah menjadi bencana yang tak terelakan. Yakni ketika kasino keuangan
global dapat menghapus tabungan seumur hidup seseorang, membuat bangkrut bisnis karena beberapa
perubahan tak terduga dalam tingkat bunga atau harga-harga komoditas, dan lain sebagainya. Tentu
saja semua hal ini dapat terjadi karena memang dalam permainan kasino keuangan global semua
tidak dapat diprediksi dengan ketepatan 100%. Pemain bisa saja melakukan
kesalahan karena telah mengambil keputusan yang salah dalam permainan ini,
sehingga pemain dapat saja mengalami kerugian yang amat besar atau mungkin saja bangkrut hanya dalam
hitungan detik. Itulah mengapa sistem keuangan yang sedang dimainkan oleh para pelaku kapitalis ekonomi di
zaman global ini menjadi
seperti arena perjudian ini layak disebut sistem keuangan kapitalis kasino atau casino capitalism.
Keadaan inilah yang akhirnya mendorong negara-negara Uni
Eropa untuk membuat European Monetary Union
pada tahun 1999 dan memberlakukan Euro sebagai mata uang yang dipakai oleh
sebagian besar anggota UE kecuali Inggris. Meski begitu, sekalipun mendapat
saingan dari mata uang Euro maupun Yen, mata uang Dolar Amerika masih tetap mendominasi
perdagangan dan mempengaruhi struktur keuangan global hingga saat ini, walaupun
sistem Bretton Woods telah runtuh di tahun 1970-an.
Kapitalisme
kasino ini juga memiliki pengaruh buruk terhadap perekonomian global. Mengapa?
Karena pada kenyataannya, kapitalisme kasino sangat sering
menyebabkan bencana ekonomi sehingga berpengaruh buruk pada kehidupan jutaan
rakyat biasa. Bahkan mereka yang tidak ambil bagian langsung dalam kapitalisme
kasino (misalnya rakyat miskin, buruh, dan pedagang kecil) mungkin tidak dapat
lari dari putaran mesin keuangan global itu. (Susan Strage, 1986)
KAPITALIS KASINO KORBANKAN PEGAWAI RENDAHAN
Tahun 2008, telah terjadi
pembobolan dana pada Bank Perancis Societe Generale di Paris. Bank Sentral Prancis lantas mulai
meneliti dan menginvestigasi apa yang sesungguhnya terjadi. Tercatat setelah
itu, Bank Societe Generale telah kehilangan dana senilai 4,9 miliar Euro atau $
7,15 miliar atau Rp 67 triliun. Diduga oknum pegawai Societe Generale menjadi
pelaku tunggal aksi kejahatan tersebut. Akibat kejadian ini kepercayaan
terhadap Bank Societe Generale menurun drastis (Koran Republika, 2008).
Frederic Hamm, seorang pengelola dana di
Agilis Gestion, yakin penipuan ini berdampak pada reputasi bank itu. Dan
setelah kejadian ini Presiden direktur Societe Generale, Daniel Bouton
menawarkan diri untuk mundur tetapi pengunduran dirinya ditolak oleh dewan
direksi, demikian kata bank tersebut. Akibat kejadian ini juga perdagangan
saham-saham Societe Generale di bursa saham Perancis dihentikan hari Kamis.
Akibatnya harga saham-saham bank Societe Generale sudah turun hingga 50 persen.
(BBC News Indonesia, 2008)
Jerome
Kerviel, pemuda berusia 31 tahun telah ditangkap sebagai tersangka pembobolan
dana di Bank terbesar kedua di Perancis tersebut. Aksi ini dilakukan Jerome pada Januari tahun
2008. Karena aksinya ini Jerome pada akhirnya harus mendekam di dalam penjara
selama beberapa waktu. Vonis hukuman penjara dan denda terhadap mantan pialang
bursa Jerome Kerviel akibat spekulasi yang menyebabkan kerugian milyaran Euro
bagi perusahaan tempatnya bekerja Bank Perancis Societe Generale menjadi
sorotan dalam tajuk harian internasional.
Namun
apakah benar demikian? Jerome Kerviel, ibaratnya
menjadi kambing hitam dalam skandal spekulasi bursa yang merugikan bank Societe
General milyaran Euro. Harian
konservatif Italia, Corriere della Sera
yang terbit di Milan dalam tajuknya berkomentar : Apakah Kerviel satu-satunya
oknum yang bersalah? Dengan vonis ini Kerviel harus bekerja di tempat barunya
sebagai konsultan infromatik selama 177.000 tahun untuk dapat membayar utangnya
kepada bank besar Perancis itu. Kerviel memang divonis bersalah. Tapi bagaimana
mungkin bahwa para manajer puncak di bank bersangkutan samasekali tidak
menyadari skandal ini? Apakah benar-benar dimungkinkan, bahwa para manajer baru
mengetahuinya setelah dua tahun, yakni baru pada tahun 2008 ketika menyadari
spekulasi itu sudah runtuh hingga dasarnya.
Bank
Perancis Societe Generale menyalahkan Kerviel, 33
atas kerugian 4.9
Euro. Dia telah diselidiki sejak Societe Generale mengumumkan
kerugiannya pada 2008. Menurut Societe
Generale,
kerugian tersebut disebabkan oleh kesepakatan yang tidak sah yang dilakukan
oleh Kerviel. Namun, mutlak tuduhan pemalsuan,
pelanggaran kepercayaan dan penggunaan komputer yang tidak sah ini dibantah Kerviel. "Dorongan
setiap hari dari atasan saya mendorong saya untuk terus," kata Kerviel di
pengadilan.
Dalam buku yang
diterbitkan bulan lalu, ia mengklaim bahwa atasannya menutup mata untuk
perdagangan sementara ia mendapatkan uang untuk bank, namun campur tangan
ketika ia mulai mengalami
kerugian dan turut menyalahkannya. Kejadian tersebut telah mengguncang
pasar keuangan, namun hal
tersebut segera disusul oleh krisis sub-prime mortgage global, yaitu runtuhnya perusahaan investasi besar Lehman
Brothers dan kasus
penipuan oleh Bernard Madoff dalam skema Ponzi. Bagaimanapun Bank Societe Generale tetap
dikenai denda
4 Milyar Euro oleh regulator
Prancis untuk kelemahan dalam kontrol internalnya. Wartawan BBC Christian Fraser di Paris
mengatakan kasus ini hadir
untuk
melambangkan terdapat
banyak kesalahan dengan kapitalis Wall Street di Perancis.
Kerviel dalam buku
barunya, The Spiral: Memoirs of a Trader, menyindir hal tersebut, dia menulis
bahwa ia "di jantung pesta perbankan besar", dan bahwa trader "hanya
pernah diberikan pertimbangan yang sama seperti pelacur murah: cepat terima
kasih untuk pengambilalihan hari yang baik". Pengacara
Kerviel itu Olivier Metzner mengatakan dia akan menunjukkan bahwa Jerome
Kerviel tidak melakukan penyalahgunaan
kepercayaan bank".
Hal yang dilakukan Kerviel, menurut Metzner sesungguhnya telah diketahui oleh atasannya. "Apakah akses perbankan tersebut karena pembobolan Jerome Kerviel
atau karena
sistem perbankan
yang ada memang telah begitu?" Metzner mengatakan kepada surat
kabar Metro Perancis.
Namun pengacara dari pihak Bank
Societe Generale, Jean Veil, menuduh Kerviel dari "bermuka dua" untuk
meyakinkan bos bahwa tidak ada yang salah.
Penyelidikan selanjutnya oleh polisi ke
Kerviel menyimpulkan bahwa sejak
awal, Kerviel tidak
pernah secara pribadi mendapat keuntungan dari kegiatan yang dia lakukan dan Kerviel juga tidak
melakukan penipuan.
Dia hanya bekerja sesuai dengan pekerjaannya, dan managernya tahu terhadap apapun yang dilakukannya. Kerviel di perusahaannya saat ini
bekerja sebagai teknisi komputer penghasilan € 2.300 per bulan. (BBC News, 2008)
Harian Perancis
Liberation yang terbit di Paris berkomentar : Apakah Kerviel hanya
dijadikan kambing hitam? Kerviel divonis hukuman tiga tahun penjara dan
menanggung semua dosa bank tempatnya bekerja. Tapi ia bersalah. Dengan
spekulasinya yang nekat dan secara sadar ditutup-tutupi, Kerviel dituding
meraup keuntungan secara keuangan dari kebohongannya itu. Sebuah roda gigi
kecil dalam mesin penggerak besar krisis keuangan, kini praktis harus
bertanggung jawab sendirian dan memikul beban aib dari kebejatan kasino
kapitalisme.
Harian Perancis lainnya La Montagne berkomentar: Barang siapa ingin membersihkan tangga,
ia harus memulainya dari atas. Apakah para hakim melupakan ujar-ujar bijak ini.
Atau mereka hendak memberikan pengertian baru kepada kita, bahwa orang-orang di
dalam dunia liar sistem keuangan hanyalah debu-debu tanpa arti. Dan ini sudah
sukses. Sebab dengan itu, Kerviel secara yuridis sudah tepat dihukum. Dia
divonis hukuman berat dan sistem keuangan dengan segala bentuk gangguannya
divonis bebas. Tidak ada yang menyangkal, bahwa Kerviel yang pegawai rendahan,
yang dijadikan kambing hitam, layak dihukum bagi huru hara yang diciptakannya.
Tapi apakah para hakim benar-benar harus membebaskan perbankan yang menaungi
aktifitas Kerviel tersebut?
Harian Swiss Neue
Zürcher Zeitung yang terbit di Zürich berkomentar : Bagi Societe
Generale berdasarkan alasan vonis semuanya sudah benar. Juga bank Perancis itu
secara moral dapat merasa sebagai pemenang, karena ditunjukkan, bagaimana
seorang pegawainya menyalahgunakan kepercayaan. Penafsiran yang naif ini, bukan
hanya direlatifkan oleh undang-undang baru perbankan, yang secara global
kemudian menyusul muncul serta aturan baru sikap menghadapi risiko. Tapi juga
kenyataan, bahwa negara Perancis yang di satu sisi memandang adanya desakan
untuk menguasai bank-bank besar, dengan senang menerima vonis pengadilan dalam
kasus Kerviel. Sebagai kambing hitam untuk penanggulangan krisis gaya Perancis
dalam sebuah perusahaan besar, Kerviel memang sosok yang tepat.
Terakhir harian Jerman Tageszeitung yang terbit di Berlin
berkomentar : Para hakim di Paris menjadikan pialang bursa Jerome Kerviel
sebagai kambing hitam. Dengan itu vonisnya hanyalah gejala bagi konsekuensi
yang sejauh ini ditarik dari krisis keuangan. Jika dalam perjudian dalam kasino
global bidang keuangan terjadi kegagalan, maka harus dicari oknum yang bisa
dituduh dan dihukum. Tapi sistemnya yang sakit, hingga kini tetap tidak
tersentuh.
Dari berbagai opini pers yang ada, Bank Perancis dengan
sengaja membuat Jerome Kerviel sebagai kambing hitam dalam permasalahan ini,
memang benar Jerome Kerviel bersalah dalam hal ini, namun apakah pantas hanya
Kerviel yang dipermasalahkan, mengingat Bank Perancis Societe Generale adalah
bank terbesar nomor 2, kenapa sampai tidak bisa melacak, mencegah kejadian ini
hingga sampai menimbulkan kebobolan dalam jumlah yang besar. Kebobrokan sistem
kasino kapitalis yang diusung Bank Perancis Societe Generale hanya bisa
ditutupi oleh kesalahan Jerome Kerviel. Akibat spekulasi yang salah oleh mantan
karyawannya tersebut, menyebabkan saham Perancis Societe Generale langsung
jatuh, sehingga mendorong kepanikan di seluruh bursa. Yang pada akhirnya
“memaksa” the Fed mengambil tindakan dengan menurunkan suku bunga hingga 75
basis poin untuk mencegah merembetnya kerontokan bursa Eropa ke Wall Street. (Suara
pers, 2010)
Beruntung
bagi Bank Societe Generale, sepanjang 2007, Bank tersebut telah berhasil
mendapatkan keuntungan bersih yangdiperkirakan akan berkisar antara 600 hingga
800 juta euro. Dan untuk menutupi kerugian akibat kasus ini, Bank Societe
Generale juga akan mencoba mendapatkan dana sekitar 5,5 Miliar Euro melalui
peningkatan modal untuk memperkuat modal dasarnya. (BBC News Indonesia, 2008)
Lain halnya
dengan bank terbesar di Perancis, Bank Caisse d'Epargne. Akibat krisis keuangan
kapitalis global yang terus menggerogoti perbankan khususnya di Perancis, Bank
tersebut di tahun yang sama harus mengalami sejumlah kerugian yang dialaminya
sekitar 600 miliar Euro atau setara USD800 Miliar pada perdagangan saham. Akibatnya,
Bank Caisse d'Epargne terpaksa gulung tikar. Ini berarti, ada berapa banyak
pekerja yang otomatis tercerabut dari pekerjaannya. Mulai dari pegawai rendahan
hingga para pejabat Bank tersebut, yang berpendidikan tinggi maupun yang
berpendidikan rendah. Semuanya terancam kehilangan sumber mata pencaharian
mereka.
Alhasil,
kerugian demi kerugian yang dialami oleh Bank-Bank besar di Perancis ini
menimbulkan keraguan akan sistem keuangan yang ada sekarang ini. Seperti yang
dikutip dari AFP, Jumat (17/10/2008), kerugian dramatis diderita bank itu, di
mana hampir satu dari dua warga Prancis adalah konsumennya, merupakan kejadian
terkini yang menurunkan kepercayaan terhadap perbankan dan sistem keuangan saat
ini.
KAPITALIS KORBANKAN 26 RIBU KARYAWAN LEHMAN
BROTHERS DAN PEREKONOMIAN GLOBAL
Tidak perlu menunggu terlalu lama, masih di
tahun yang sama 2008, bagaikan penyakit menular yang sulit untuk dihalau,
kerugian bahkan kebangkrutan akibat sistem keuangan casino capitalism bagaikan virus, telah menyerang Amerika dan
negara-negara maju lainnya seperti Jepang.
Di Amerika sendiri, krisis yang mendera sejumlah institusi
keuangan papan atas di New York, telah menjalar pula ke harga saham. Pada
perdagangan awal pekan ini di bursa Wall Street, indeks harga saham
"terjun bebas" hingga mencetak rekor terendah dalam tujuh tahun
terakhir. Situasi tersebut terlihat saat penutupan perdagangan Senin sore, 15
September 2008, waktu New York (Selasa pagi WIB). Indeks harga saham industri
Dow Jones anjlok lebih dari 500 poin atau lebih dari empat persen ketimbang
tingkat akhir pekan lalu, menjadi 10.917,51. Itu merupakan penurunan paling
drastis yang pernah terjadi di Wall Street sejak serangan teroris 11 September
2001 pada salah satu pusat perdagangan saham terbesar di dunia (WTC) yang
melumpuhkan kegiatan rutin New York. Saat itu indeks harga saham turun 684,81
poin ketika perdagangan dibuka enam hari setelah serangan teroris.
Akibat harga saham anjlok, menguap pula dana sekitar US$700
miliar, baik berupa dana rencana pensiun, tunjangan pensiun pemerintah, dan
portfolio investasi. Rekor terburuk harga saham dalam tujuh tahun terakhir
merupakan efek dari krisis yang menimpa sejumlah lembaga keuangan papan atas. Salah
satu korban yaitu Lehman Brothers, institusi keuangan terbesar nomor empat di
seluruh dunia yang telah berdiri selama 158 tahun namun akhirnya jatuh bangkrut
akibat kredit macet sedikitnya US$60 miliar. (Renne, 2008)
Lehman Brothers adalah sebuah bank investasi
terbesar keempat di dunia akhirnya tidak kuat membendung masalah kredit
macetnya. Bank berusia 158 tahun itu akhirnya mengajukan kebangkrutan guna
melindungi aset dan memaksimalkan nilai perusahaan ke United States Bankruptcy
Court for the Southern District of New York pada tanggal 15 September 2008
karena tidak memdapat suntikan dana bantuan modal dari pemerintah Amerika. Lehman
ini mencatat kerugian sekitar US$ 3,9 miliar pada triwulan ketiga 2008 menyusul
beberapa hapus buku pada aset mortgage-nya. Pengumuman kebangkrutan
itu muncul setelah tidak adanya pembeli yang pas sebagai investor baru Lehman
Brothers. Keputusan ini sekaligus menjadi akhir dari pertemuan
3 hari berturut-turut yang digelar para bankir, bank sentral AS dan Depkeu
AS. (Dadan, 2008)
Kebangkrutan bank investasi raksasa
legendaris AS, Lehman Brothers telah menimbulkan kerugian yang luas. Di luar
AS, kerusakan yang ditimbulkan akibat kebangkrutan Lehman diperkirakan mencapai
US$ 300 miliar.
Demikian disampaikan Presiden Federal Financial Supervisory Authority Jerman, Jochen Sanio dalam sebuah konferensi perbankan inernasional seperti dikutip dari Reuters, Selasa 14 Oktober 2008 (Nurul, 2008).
Demikian disampaikan Presiden Federal Financial Supervisory Authority Jerman, Jochen Sanio dalam sebuah konferensi perbankan inernasional seperti dikutip dari Reuters, Selasa 14 Oktober 2008 (Nurul, 2008).
Seperti badai yang menghantam lalu kemudian merobohkan
semuanya, Begitupula dengan apa yang telah terjadi pada Leman Brothers. Lehman
Brothers yang memang telah sekarat akibat kredit perumahan yang macet, Jumat
sore tanggal 12 September 2008, tersiar kabar Bain Capital dan Clayton Dubilier
& Rice berniat mengambil alih divisi manajemen aset Lehman. Malamnya,
giliran Barclays, perusahaan investasi asal Inggris, menyampaikan hasrat
membeli Lehman yang tengah sekarat. Namun, ternyata Minggu siang tanggal 14
September 2008, semua kabar gembira itu satu per satu rontok. Pukul 12.57,
Barclays menyatakan mundur. Tiga jam kemudian, giliran Bank of America yang
mengurungkan niat membeli Lehman. Richard S. Fuld Jr., bos Lehman Brothers
semakin terpojok. Upayanya mati-matian mempertahankan Lehman menumbuk jalan
yang buntu. Hingga pada akhirnya Senin dini hari, tanggal 15 September 2008
pukul 00.30, dia melempar handuk. Lehman Brothers menyatakan diri bangkrut dan
meminta perlindungan pemerintah.
Kebangkrutan Lehman meninggalkan aset US$ 639 miliar (sekitar
Rp 6.000 triliun) dengan utang superjumbo, US$ 613 miliar (Rp 5.750 triliun)
atau sekitar enam kali anggaran belanja Indonesia. Tamatnya perusahaan berumur
158 tahun dengan beban utang sebesar itu segera menimbulkan badai besar di
pasar keuangan dan bursa saham global. Semua indeks di bursa saham dunia anjlok
tajam. (Pradityo, 2008)
Akibat bangkrut, tamat
pula kiprah Lehman Brothers bersama dengan karyawan-karyawan mereka yang tersebar
di berbagai negara cabang dari Lehman Brothers pusat New York Amerika. Lebih
dari 26 ribu karyawannya di manapun, dari New York, London, hingga Seoul,
terancam di-PHK. Bahkan sebagian dari mereka sudah hengkang dari kantor untuk
mencari pekerjaan baru. Aset-aset Lehman pun ludes. Bahkan untuk membayar gaji
karyawan di akhir bulan, Lehman membayar mereka tidak dengan cek atau uang,
melainkan dengan saham - mengingat sebanyak 30 persen ekuitas bank tersebut
menjadi hak para karyawan. Bahkan hingga bonus karyawan pun dibayar dengan
kertas saham.
Tak hanya itu, tagihan kartu kredit korporat yang selama ini
ditanggung perusahaan kini bakal menjadi beban mereka. Karyawan yang masih
memiliki voucher lebih dari 100 poundsterling, untuk membeli makanan di kantin
perusahaan, menggunakan voucher tersebut untuk mendapatkan apapun yang bisa
diambil. "Berbatang-batang cokelat, berkantung-kantung biji kopi, dan
apapun yang bisa disimpan untuk waktu lama," kata seorang karyawan.
Sementara itu sebagian staf Lehman Brothers yang masih
tersisa tetap bekerja bahu membahu dengan yang lain, sampai ada perintah dari
bos untuk berhenti. Seperti yang diungkapkan Ahab Eskaros, pekerja asal Mesir
di divisi utama broker. "Kami akan tetap bekerja kecuali seseorang
menyuruh kami sebaliknya," kata Eskaros. (Nenden, 2008)
Demikian contoh-contoh kasus bagaimana
kolapsnys sektor non riil ini dapat berimbas langsung kepada sektor riil di
dunia dewasa ini, dimana para nasabah menyimpan modal usaha dan tabungannya di
Bank-Bank kepercayaan mereka untuk melakukan usaha riil, namun setelah Bank
kepercayaan mereka merugi bahkan harus gulung tikar, bagaimana dengan nasib
uang simpanan mereka di Bank tersebut? Seorang pengusaha akan kehilangan
modalnya yang telah denga susah payah ia kumpulkan akibat bangkrutnya Bank
tempat ia mempercayakan keuangannya, sehingga dia tidak dapat lagi
mengembangkan usahanya atau bahkan malah menutup usahanya, kemudian lantas
memberhentikan karyawan-karyawannya. Pengangguran dimana-mana, kemiskinan akan
dengan cepat mewabah sebagai efek jangka panjangnya. Sehingga, dapat dipastikan
krisis keuangan akibat jatuhnya nilai saham sebuah perusahaan akan berdampak
bagi masyarakat luas. Baik bagi yang terlibat secara langsung maupun bagi yang
tidak terlibat langsung. Hal inilah
yang menjadi polemik dalam perekonomian, bagaimana sebuah sektor non riil dapat
mempengaruhi sektor riil.
Runtuhya institusi lembaga keuangan terbesar
Amerika Serikat Lehman & Brothers adalah bukti akibat adanya kerapuhan
sistem keuangan global yang membuat kepanikan di seluruh dunia. “Jadi situasi ini orang menjadi panik dan tidak percaya satu
sama lain karena mereka bisa beranggapan perusahaan besar seperti Lehman dan
AIG bisa bangkrut jadi siapa yang harus dipercaya, kira-kira begitu, terutama
di AS, karena mereka tidak saling percaya maka mereka berhenti transaksi jadi
likuiditas berhenti di masing-masing kantong. Tidak terjadinya exchange,” Kata
Menko Perekonomian Sri Mulyani di Grahasawala, Depkeu, Jakarta, Sabtu 20
September 2008. (TheIndonesiaNow, 2008)
Meski sistem keuangan casino capitalism yang ada sekarang ini sangat menjanjikan
keuntungan yang sangat menggiurkan dan telah menjadi pilihan tepat bagi
seseorang untuk mendapatkan kapital dalam jumlah besar hanya dalam hitungan
detik katakanlah seperti itu, namun kebangkrutan demi kebangkrutan yang dialami
bank-bank sebagai lembaga keuangan yang paling dipercaya masyarakat ternyata
tidak mampu mengemban amanah nasabahnya, hanya karena salah mengambil keputusan
dalam permainan kasino keuangan global. Masihkan casino capitalism kini dianggap sebagai carrot dalam percaturan
ekonomi keuangan di dunia?
No comments:
Post a Comment