Fenomena akhir-akhir
ini yang dapat kita saksikan bersama adalah banyak kita jumpai masyarakat kita
sering tampak giat dan berbondong-bondong melakukan wisata religious atau
wisata ibadah ziarah kubur. Seperti ziarah kubur ke kuburan wali-wali, para
alim ulama, dan kuburan-kuburan lainnya yang dianggap keramat di tanah air. Permasalahannya
kemudian adalah biasanya mereka para peziarah ini umumnya melakukan ziarah
kubur untuk bertawassul kepada orang mati, agar disampaikan segala hajat mereka
kehadirat Allah. Bahkan lebih parah dari itu, mereka minta langsung kepada
penghuni kubur seperti berkah, rejeki, ketenangan jiwa, minta dijauhkan dari
bala' dan sebagainya. Ini semua termasuk ziarah syirik besar, pelakunya
hendaknya bertaubat, jika tidak, maka Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. an-Nisaa': 48).
Allah telah
menegur orang yang meminta-minta di kuburan, dan semoga menjadi peringatan bagi
kita semua umat Islam. "Jika kamu
menyeru mereka (penghuni kubur), mereka tiada mendengar seruanmu, dan kalau
mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaan-mu. Dan di hari
kiamat mereka akan mengingkari kesyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan
keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui"
(QS. Fathir: 14).
Fenomena
berbondong-bondong melakukan ziarah kubur yang sering kita saksikan akhir-akhir
ini, para peziarah kubur wali songo dan lainnya pada umumnya mereka berdoa
alias beribadah untuk kemudian meminta kepada penghuni kubur manfaat (kebaikan)
seperti berkah, rejeki, tolak bala hingga kesehatan. Ini jelas suatu perbuatan
syirik atau dosa besar. Karena jika mereka mendatangai atau berziarah dengan
niatan untuk mengingat mati dan akhirat, tidak perlu jauh-jauh ke kuburan orang
lain, tentu cukup berziarah kubur di desanya atau ke kuburan orang tua atau
kerabat dekat saja.
Ziarah kubur
memang bagian dari ibadah, Rasulullah bersabda, "Dulu
aku melarang kamu berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah, karena itu akan
mengingatkan kamu hari akhirat" [HR. Ahmad: 1173, dishahihkan oleh
al-Albani dalam Silsilah Shahihah 2/545]. Namun jangan sampai salah kaprah,
adapun macam ziarah kubur dapat dilihat sebagai berikut :
1. Ziarah sunnah,
apabila bermaksud ziarah kubur untuk mengingat mati dan mendoa-kan orang muslim
yang telah meninggal dunia, inilah makna hadits di atas.
2. Ziarah bid' ah dan hukumnya haram, apabila
mereka memohon kepada Allah, melakukan shalat, membaca al-Qur'an dan amal
ibadah lainnya akan tetapi memilih kuburan sebagai tempatnya atau dengan
menghadap kuburan. Rasulullah bersabda, "Janganlah kamu duduk di atas kuburan dan janganlah
kamu shalat menghadap ke kuburan" (HR. Muslim: 1613).
3. Ziarah
syirik, dan ini adalah puncak dari perkara yang haram, apabila mereka
berziarah kubur bermaksud menjadikan si mayit sebagai perantara antara dirinya
dengan Allah, atau meminta langsung kepada si mayit, sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur'an, orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka (penghuni kubur) melainkan supaya
mereka (menjadi perantara) yang dapat mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekat-dekatnya" (QS. az-Zumar: 3).
Dan perlu
diingat bahwa lima hari sebelum Rasulullah meninggal dunia, beliau
bersabda, "Semoga Allah melaknat orang Yahudi dan orang Nasrani, mereka
menjadikan kuburan para nabi-Nya sebagai masjid (tempat sujud dan ibadah)"
(HR. Bukhari : 417). Abdullah ibnu Abbas berkata tentang hadits ini:
"Beliau (Nabi) mengancam perbuatan mereka".
Selanjutnya
Rasulullah bersabda, "Janganlah kamu jadikan kuburanku sebagai 'ied
(hari raja, haul dan keramaian) dan bershalawatlah kamu kepadaku karena
shalawat itu akan sampai kepadaku (HR. Abu Dawud : 1746 dishahihkan oleh
al-Albani dalam Shahihul Jami' no : 7226).
Jika Rasulullah saja melarang kuburannya dijadikan sebagai tempat hari raya, haul atau tempat kunjungan beramai-ramai, bagaimana dengan kuburan-kuburan umat sesudahnya?
Jika Rasulullah saja melarang kuburannya dijadikan sebagai tempat hari raya, haul atau tempat kunjungan beramai-ramai, bagaimana dengan kuburan-kuburan umat sesudahnya?
Ilmu sampean masih cetek afwan hati2 klo bicara atau menulis akan jdi bumerang, ada dalil tentang waliyullah dan orang2 Shalih "bahwa mereka tidak mati bahkan sebenarnya mereka hidup"
ReplyDelete