Berbicara mengenai masalah
persengkataan di Khasmir memang seakan tidak akan ada habisnya. Konflik yang
terus terjadi sejak 6 dekade, tahun 1947 hingga sekarang 2011. Konflik yang
terjadi adalah perselisihan antara India (Hindu) dan Khasmir (Muslim). Selain
itu masyarakat Khasmir juga ingin mendapat hak referendum untuk dapat
menentukan sendiri nasib bangsanya. Namun secara tegas India menolak hal
tersebut. India tetap pada klaimnya, bahwa wilayah Khasmir adalah hak
negaranya. Hal inilah yang membuat konflik dalam kawasan ini menjadi sangat
mengerikan. Pembantaian dimana-mana, sehingga kematian adalah hal yang sangat
lumrah ditemukan di jalan-jalan wilayah Khasmir.
Masyarakat Khasmir menuntut hak
asasi manusianya yang terampas oleh India. Mereka menginginkan referendum
kebebasan dari kependudukan India. Mereka sering melakukan aksi demonstrasi ke
kantor-kantor sipil India, namun justru berondongan peluru dari tentara militer
India yang menyambut aksi demonstrasi mereka. Dan ketika masyarakat
internasional lebih mempercayai cerita versi India dan mengabaikan hak
referendum masyarakat Khasmir, seolah-olah tidak ada jalan lain bagi mereka
selain berjuang dengan harta yang paling berharga yang mereka punya, yaitu
nyawa dan kepercayaan.
Bagaimanapun
pengaruh Al Qaeda secara langsung dan tidak langsung masuk ke dalam
pemikiran-pemikiran pejuang Khasmir. Mereka mengikuti apa yang pernah dilakukan
jaringan Al Qaeda pasca 9/11 di Amerika. Sehingga lewat aksi jihad dan
terorisme, para pejuang Khasmir melakukan sebuah tindakan separatis di India.
Satu tindakan terorisme yang sangat mengerikan adalah serangan yang terjadi pada
26 November 2008 di ruang publik Mumbai India, menewaskan 170 orang dan melukai
327 orang (CNN, 2008).
Melihat
fenomena ini, dimana terorisme sebagai tindakan anarkis telah menjadi sebuah
strategi insurgensi melawan pemerintahan yang memiliki kekuatan yang lebih
kuat, yang kemudian lantas menimbulkan pertanyaan, “Bagaimana terorisme dapat digunakan sebagai sebuah strategi insurgensi dalam
memperjuangkan kemerdekaan Khasmir dari pendudukan India?”
TERORISME
Dewasa ini lebih sering kita jumpai jenis peperangan baru.
Seperti yang sering kita dengar yaitu perang Gerilya dan Terorisme. Berbeda
dengan jenis perang konvensional yang melibatkan secara langsung dua kubu yang
memiliki kekuatan yang seimbang dan tokoh Jenderal yang turun langsung ke
lapangan untuk mengatur strategi, saat ini perang seakan memiliki variant baru.
Sebuah jenis perang yang benar-benar baru, baik dari cara berperang, jumlah
tentara, arah pemikiran dan tujuan yang dicapai. Perang dengan menggunakan
cara-cara baru tersebut oleh banyak pakar disebut dengan perang secara
asimetris (asymmetric
warfare). Disebut demikian oleh the National Defense
University merupakan versi perang yang tidak adil. Perang yang tidak mematuhi
aturan dan etika perang. Seperti menyerang warga sipil, melakukan pembunuhan
dan perusakan, menggunakan senjata yang tidak terduga dan tidak diimbangi
dengan kekuatan lawan yang nyaris tidak bersenjata.
Perang secara asimetris inilah yang
kemudian memunculkan gerilya dan terorisme sebagai salah satu responnya. Isu
terorisme ini sendiri makin menyita perhatian negara, U.S. Commission on
National Security dalam laporannya memandang kegiatan terorisme di masa depan
sebagai kegiatan yang kurang terstruktur namun mengalami peningkatan dalam
membangun jaringannya. Sehingga menimbulkan pecahnya perang asimetris antara
warga sipil dengan teroris, teroris dengan teroris yang biasa, disebut Postmodern Warfare (David Isenberg, 2000)
US
Vice-President’s Task Force (1986) mendefinisikan terorisme sebagai penggunaan hal-hal ilegal atau ancaman
kekerasan terhadap orang atau properti demi suatu
tujuan politik
atau sosial.
Umumnya hal ini dimaksudkan
untuk mengintimidasi atau memaksa pemerintah, individu atau kelompok-kelompok yang tidak sepaham dengan
pelaku teror untuk memodifikasi sikap-sikap maupun
kebijakan-kebijakan pemerintah.
Lembaga
hukum Inggris juga mengatakan mengenai definisi terorisme dalam
undang-undangnya adalah sebagai cara penggunaan kekerasan untuk tujuan
politik, dan termasuk setiap penggunaan kekerasan untuk tujuan menempatkan
publik atau bagian dari publik dalam ketakutan. Dan strategi teroris tersebut
tidak pernah berkerja dalam suatu kontrol wilayah
tertentu. Meskipun fakta bahwa teroris mencoba untuk memaksakan
kehendak mereka pada populasi
umum dengan menebarkan rasa takut, pengaruh ini tidaklah memiliki garis batas geografis yang jelas.
Terorisme sebagai respon dari aksi
penindasan sebuah perang yang tidak seimbang atau ketidakpuasan terhadap
politik yang ada. Sehingga melahirkan bayi terorisme sebagai strategi
insurgensi di beberapa kawasan. Pada prakteknya, terorisme memiliki beberapa
karakteristik untuk mempermudah kita memahami tindakan terorisme sebagai model
dari bentuk perjuangan pejuang yang keras. Seperti yang akan dijabarkan berikut
ini :
1. Jumlah
keanggotaan dari sebuah kelompok teroris tidak besar, hanya beranggotaan
sedikit atau tidak sebanding dengan kekuatan pemerintah. Meski demikian tiap
individu memiliki kemampuan bertarung di atas rata-rata. Satu orang dapat
membunuh, menyandera, menculik beberapa orang sekaligus.
2. Persenjataan
yang sering digunakan adalah pistol, granat, senapan, bom, bom mobil, bom remote control. Yang mana semua senjata
ini sangat mudah di bawa-bawa oleh pemiliknya. Hal ini tentu memudahkan teroris
untuk melakukan aksinya.
3. Taktik
yang digunakan pada aksi terorisme ini adalah serangan langsung ke pusat publik
secara tiba-tiba, menculik, menyandera, membunuh, membajak (kapal atau ruang
publik) meledakkan bom mobil bahkan hingga meledakkan diri sendiri.
4. Target
mereka adalah simbol-simbol besar sebuah negara, lawan politik, hingga ke
siapapun yang bekerjasama dengan lawan dan bagi siapapun yang dianggap
bertentangan dengan ideologi mereka yang fundamental.
5. Efek
yang diharapkan adalah tekanan pada psikologi lawan. Dengan menebar rasa takut,
rasa tidak aman dan penderitaan.
6. Mereka
para pelaku teroris tidak memiliki dan memakai seragam khusus, hanya memakai
pakaian mereka sehari-hari. Agar mereka merasa nyaman di dalamnya.
7. Mereka
tidak punya arena peperangan khusus. Mereka melakukan aksi terorisme hanya pada
tempat-tempat yang telah menjadi incaran mereka sebelumnya, tanpa pihak lain
dapat mengetahuinya. Dan itu berarti, arena peperangan mereka, bisa dimana saja
dan kapan saja. Tanpa seorangpun selain anggota mereka sendiri yang
mengetahuinya.
(Ariel Merari, 1993)
TERORISME
SEBAGAI STRATEGI INSURGENSI
Dalam prakteknya, perlengkapan
teroris dalam melakukan aksinya ini sangatlah terbatas. Mereka menempatkan
bahan peledak di tempat umum, membunuh lawan politik atau melakukan
serangan dengan senjata kecil pada
masyarakat luas, mengambil sandera melalui penculikan, pembajakan, atau
menyekap diri dalam bangunan.
Selain itu, dalam beberapa kasus, tindakan terorisme ini dilakukan oleh
kelompok atau unit yang cukup kecil jumlah keanggotaannya.
Dan
dalam menjelaskan bagaimana sebuah terorisme dapat dikatakan sebagai strategi
insurgensi, maka dalam paper ini, penulis akan mencoba menjelaskan lebih lanjut
strategi maupun tujuan mereka melalui jalan pikiran mereka yang sempit. Yaitu,
terorisme sebagai elemen menyerang psikologi, propaganda, intimidasi dan
provokasi agar apa yang mereka inginkan dari pemerintah ataupun dari individu atau
kelompok-kelompok yang tidak sepaham dengan
mereka mengenai perubahan atas sikap-sikap maupun kebijakan-kebijakan dapat terkabul.
Untuk lebih memahami bagaimana maksud dan tujuan para pelaku terror menggunakan
terorisme sebagai strategi insurgensi yang telah disebutkan di atas, maka
penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada uraian berikut ini:
1.
Elemen
psikologis
Pada hakikatnya,
terorisme adalah sebuah strategi yang didasarkan pada dampak psikologi. Dan
pada kenyataannya pula, semua jenis peperangan yang menggunakan psikologi
sebagai sasaran serangnya, sanggup membuat runtuhnya semangat juang musuh dan
menghancurkan keyakinan diri musuh melalui penebaran rasa takut. Hal ini sesuai
seperti yang pernah dikatakan oleh Sir Basil Liddell Hart, bahwa strategi
perang dengan menyerang dampak psikologis adalah maneuver yang paling krusial
dari sebuah pendekatan tidak langsung dalam perang, karena berasal dari
keyakinan diri
dalam hati bahwa tidak ada alasan materi dalam
melawan musuh, yang ada hanya jiwa perjuangan. Oleh karena itu seperti yang telah dijelaskan
Liddell Hart, menyerang
psikologis musuh dapat dikatakan sebagai
langkah menipu cepat, yang berhasil menjatuhkan musuh dari keseimbangannya psikologisnya.
2. Propaganda
Pada hakikatnya para
pejuang revolusi berharap melalui serangan
teror mereka, mengilhami orang
lain yang sepakat dengan tindakan merekan untuk turut bersama melannjutkan
perjuangan sehingga akan mengubah mereka dari klub konspirasi kecil menjadi gerakan revolusioner besar-besaran.
Propaganda yang mereka lakukan biasanya melalui media cetak maupun media
elektronik agar maksud dan tujuan mereka dapat diketahui oleh masyarakat luas,
dengan demikian mereka secara tidak langsung ingin mendapatkan pelegalan atas
tindakan mereka. Bagaimanapun mereka melakukan aksi teroris ini pasti karena
ada satu alasan kuat yang melatarbelakangi hingga aksi teror ini terjadi.
3. Intimidasi
Teroris yang mengaku
sebagai pejuang revolusi tidak pernah takut apakah mereka akan hidup atau mati,
dan mereka tidak mengenal menyerah. Dan demi mensukseskan maksud dan tujuan,
mereka melalui tindakan terror melakukan serangkaian tindakan intimidasi. Yaitu
tidak saja dengan menjadikan orang-orang dalam pemerintahan dan politik sebagai
target pembunuhan, tetapi juga orang-orang sipil yang mungkin saja tidak tahu
apa-apa.
4.
Provokasi
Hal yang paling penting
dalam strategi teroris adalah ide provokasi. Ide ini secara umum adalah dalam
tiap serangan
teroris cenderung
bertujuan
untuk menarik respon represif oleh
rezim, Hal itu dilakukan untuk mempengaruhi juga setiap populasi
masyarakat yang tidak terkait dengan pemberontak
menjadi setuju atas tindakan mereka. Langkah-langkah ini, pada gilirannya, membuat pemerintahan menjadi
pemerintahan yang tidak populer, sehingga
meningkatkan dukungan publik kepada
teroris yang menyebut diri mereka pejuang. Apabila hal ini telah terjadi, pemerintah
seakan tidak memiliki alternatif lain kecuali untuk mengintensifkan penindasan.
jaringan polisi, penggeledahan rumah, penangkapan orang tak bersalah dan
tersangka, penutup di jalanan, membuat hidup di kota tak tertahankan. Padahal
dengan tindakan pemerintah yang seperti itu, membuat masyarakat semakin menolak
untuk berkolaborasi dengan pihak berwenang, dan sentimen umum yang muncul
karenanya adalah bahwa pemerintah tidak adil, tidak mampu memecahkan masalah.
5.
Strategi
Chaos
Adalah
sebuah ide yang diberlakukan oleh para teroris untuk menyerang psikologis pemerintah.
Ide ini biasa disebut dengan strategi
kekacauan dan merupakan
cirri khas pemberontak sayap kanan. Mengacu pada upaya teroris untuk menciptakan
suasana kekacauan sehingga menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk
menerapkan hukum dan ketertiban, pemberontak berharap bahwa publik akan di
bawah pengaruh mereka yaitu ikut menekan dan meminta pemerintah liberal yang
lemah akan digantikan oleh rezim yang kuat. Dan dalam rangka untuk menciptakan
suasana kekacauan dan ketidakamanan, para teroris terpaksa melakukan pemboman
acak di tempat-tempat umum. Tidak ada alasan yang jelas untuk pembunuhan selain
hanya untuk menciptakan kepanikan dalam lingkungan masyarakat. Seperti konsep-konsep
mengenai strategi terorisme yang telah dijelaskan
sebelumnya, strategi kekacauan
bukan rencana komprehensif untuk merebut kekuasaan, melainkan itu hanyalah cara untuk membuat suasana hati publik turut ingin melanjutkan
perjuangan mereka kedepannya.
6.
Strategi
Gesekan
Strategi
gesekan adalah strategi oleh beberapa kelompok pemberontak yang
menggunakan terorisme
sebagai strategi perjuangan yang berlarut-larut, yang
dirancang untuk aus musuh.
Dan konsep teror
ini digunakan sebagai strategi yang
sesungguhnya, yaitu strategi perjuangan untuk
mencapai kemenangan yang lengkap,
bukan hanya
sebagai awal
dari bentuk strategi lain. Para teroris ini sepenuhnya
menyadari keadaan
mereka yang lemah tidak sebanding dengan kekuatan pemerintah. Mereka juga tidak berharap
bahwa mereka pernah akan cukup kuat untuk mengalahkan pemerintah dengan konfrontasi
fisik. Namun demikian, mereka menganggap bahwa mereka memiliki stamina yang
lebih besar dari pemerintah, jika mereka sanggup bertahan, pemerintah pada
akhirnya akan menyerah dan akan memberikan apa yang menjadi tuntutan mereka. Karena
strategi ini mengasumsikan bahwa para pejuang/teroris dapat bertahan dengan
ketekunan yang lebih besar daripada membangun kekuatan yang lebih kuat. (Ariel
Merari, 1993)
TERROR
ATTACK 11/26-2008
Mumbai,
Rabu 26 November 2008 pukul 10.30 malam waktu setempat, mungkin adalah malam
yang tidak akan pernah dapat dilupakan oleh rakyat India. Karena pada malam itu
telah terjadi serangkaian serangan aksi terorisme oleh kelompok Deccan
Mujahideen, pada pusat kota Mumbai.
Jenis serangan tersebut berupa bom, kontak senjata dan penyanderaan. Para
Mujahid tersebut menyerang langsung pada ruang-ruang publik Mumbai, menembaki
orang-orang sipil dan kepolisian serta membombardir fasilitas-fasilitas publik
yang tengah ramai digunakan oleh warga sipil di tempat-tempat yang berbeda
dalam waktu bersamaan. Tempat kejadian tersebut yaitu di Rumah Sakit Cama (penembakan dan penyanderaan), Hotel Taj Mahal Palace & Tower (penembakan, 6 bom, penyanderaan), Hotel
Oberoi Trident (penembakan, bom,
penyanderaan), Kantor Polisi Mumbai Selatan (penembakan yang menyebabkan Regu Anti
Teroris Maharashtra dan 2 pejabat tinggi polisi tewas), Mumbai Chabad
House, tempat pendeta Yahudi (penembakan, penyanderaan), Stasiun Kereta Chhatrapati ST (bom dan penembakan), Vile Parle (bom mobil),
Metro Adlabs Theatre (penembakan),
Cafe Leopold (penembakan), Dermaga
Mazagaon (ledakan, dan sebuah kapal
bersenjata tertangkap), Girgaum Chowpatty (2 teroris tertangkap), Tardeo (2 teroris tertangkap).
Bahkan dengan
standar terorisme di India, yang telah mengalami peningkatan jumlah serangan
tahun ini, serangan-serangan itu sangat berani dalam skala dan eksekusi. Para
penyerang menggunakan perahu untuk mencapai semenanjung perkotaan dimana mereka
memukul, dan target mereka situs populer dengan wisatawan. Serangan
langsung tiba-tiba di beberapa ruang publik di saat bersamaan ini telah membawa
banyak korban sipil berjatuhan. Sejumlah media melaporkan lebih dari 90% korban tewas adalah
orang India, penduduk yang
bermukim dan bekerja di Mumbai. Serangan ini menewaskan sekitar 96 orang India
(82 rakyat sipil, 14 polisi), 24 orang asing dan mematikan 9 teroris. Dari
media “Press Trust of India” melaporkan korban yang tewas hingga 27 November
mencapai 280 orang. Korban kemungkinan akan terus bertambah diatas 200 orang.
Kejadian ini tentu membuat kepanikan
dan trauma yang dalam bagi ratusan warga yang menjadi korban penyerangan “11/26 Mumbai”. Penyerangan di Hotel
Taj Mahal juga menyebabkan korban bertumpukan di salah satu anak tangga hotel
yang terbakar. Jeritan orang-orang yang panik terdengar di sejumlah lantai
hotel saat petugas pemadam kebakaran menggunakan tangga cadangan dan memecahkan
sejumlah kaca hotel untuk menyelamatkan mereka yang terjebak di dalam hotel
tersebut. Puluhan orang disandera di Hotel Taj Mahal. Akibat penyerangan ini,
semua sekolah, sekolah tinggi dan sebagian besar kantor termasuk Bursa Efek
Bombay dan Bursa Efek Nasional India ditutup pada tanggal 27 November 2008.
Begitu juga, shooting film Bollywood dan serial TV dihentikan. (Nusantaranews,
2008)
Para tamu yang
telah lolos dari hotel mengatakan kepada stasiun televisi bahwa para penyerang
memakai sandera, terutama yang berkewarganegaraan Amerika dan Inggris. Sebuah kelompok yang sebelumnya tidak
dikenal mengaku bertanggung jawab, meskipun masih belum jelas apakah ada link ke
kelompok-kelompok teroris luar. Kelompok yang mengklaim bertanggungjawab
akan serangan yang sangat terorganisir ini adalah organisasi Deccan Mujahideen
yaitu organisasi Mujahidin yang beraksi secara brutal dan anarkis. Kata Deccan
(Dataran tinggi Dekkan di selatan India), sedangkan Mujahideen (bahasa arab
yang berarti pejuang), tapi itu juga berarti grup militant yang berkenaan
dengan teroris. Merekalah yang bertanggung jawab dibelakang serangan anarki
ini. Dalam aksinya kelompok militant ini menggunakan senjata AK-47, granat, dan
RDX. (William Sherman, 2008).
Malam terjadinya serangan terror tersebut, suara tembakan dan ledakan terdengar sampai pagi.
Api berkobar di Taj Mahal Palace
& Tower Hotel, di sebelah monumen pantai terkenal, Gerbang India. Tamu yang terjebak di dalamnya menggedor jendela lantai agar petugas pemadam kebakaran melihat
dan menyelamatkan mereka. Api juga berkobar juga di dalam Hotel Oberoi yang
mewah. Di antara mereka
tampaknya terjebak di Oberoi adalah eksekutif dan anggota dewan Unilever
Hindustan, bagian dari perusahaan raksasa multinasional. Kekuatan militer India tiba di luar Oberoi
pukul 2 pagi, dan sekitar 100 petugas dari Rapid Action Force pemerintah pusat,
unit polisi elit. CNN-IBN melaporkan suara tembakan terdengar
dari dalam hotel setelah mengetahui kekuatan militer
datang membantu polisi untuk melawan teroris tersebut.
Korban selamat mengatakan melalui India TV, bahwa pada hari Kamis pagi, tujuh penyerang menahan sandera di sana,
mereka para pelaku terror hanya menggunakan celana jeans dan kaos biasa. Dan tidak seperti serangan sebelumnya di India tahun ini, yang terdiri dari bom
yang ditanam secara anonim, para penyerang Rabu malam itu spektakuler baik
bersenjata dan sangat konfrontatif. (New York Time, 2008)
Brutalnya
tindakan teror ini dilakukan dan besarnya korban sipil yang berjatuhan, sontak
membuat seluruh mata dunia tertuju pada India. Hampir semua kepala negara di
dunia mengutuk tindakan ini sebagai tindakan yang tidak bermoral dan kejam.
Tapi rupanya, tidak demikian bagi pelaku teroris. Salah satu pelaku teror yang
tertangkap bernama Imran (20 tahun) dalam bahasa Urdu dengan aksen Kashmir
dalam pernyataannya yang disiarkan India TV, mengeluhkan perilaku militer yang
sewenang-wenang di Kashmir. Militer India dituduh telah membunuh dengan kejam
warga komunitas muslim di kawasan tersebut. “Apakah Anda peduli berapa orang
yang sudah dibunuh di Kashmir? Apakah Anda peduli bagaimana tentara Anda membunuh
muslim. Apakah Anda peduli berapa banyak yang mereka bunuh minggu ini?”
katanya. Sebagian besar pelaku terror tersebut adalah pemuda Khasmir berusia
20-an tahun. Tujuan aksi mereka adalah sebagai bentuk protes terhadap apa yang
terjadi di Kashmir. (HarianKomentar Newspaper, 2008)
Sesungguhnya
pemberontakan
Kashmir telah dimulai sejak tahun 1989,
namun yang sering digambarkan di media,
perjuangan mereka sering dianggap sebagai gerakan teroris. Bentuk
teror yang dilakukan oleh para pejuang Khasmir ini juga bukan pertama kali ini terjadi
di India, namun tampaknya hal tersebut akan terus berlanjut selama konflik di
Khasmir belum terselesaikan. Konflik di Khasmir memang telah menjadi latar
belakang utama dibalik terjadi aksi terorisme di India pada serangan 26
November 2008 lalu.
LATAR BELAKANG KONFLIK KHASMIR
Khasmir yang terletak di
sebuah wilayah utara sub-benua
India adalah negeri elok dan damai pada awalnya, sebuah kawasan dataran
rendah dan sangat subur, dikelilingi oleh gunung yang luar biasa dan dialiri
oleh banyak aliran sungai dari lembah-lembah yang mengalir hingga Pakistan,
danau yang bening serta padang rumput yang mengagumkan. Dia dikenal sebagai
suatu tempat paling indah spektakuler di dunia. Kekayaan alam atas keelokannya, Kashmir ini
sedikitnya memberikan pemasukan devisa sekitar 400 juta dolar per tahun dari
para pelancong. Namun konflik berkepanjangan antara India dan
Pakistan menyebabkan sirnanya kedamaian itu bergantikan dengan darah dan air
mata.
Konflik yang terjadi di Khasmir berangkat dari perselisihan
antara Hindu dan Muslim sejak abad 17, yaitu ketika pemimpin Afghanistan yang
bernama Ahmed Shah Durrani (Muslim) mengalahkan pasukan Mughal (Hindu) dan
menguasai Kashmir dan menciptakan situasi yang tidak kunjung reda dan bibit
konflik di Kashmir hingga saat ini.
Di tahun 1947, ketika Mahatma
Ghandi pemimpin bangsa Hindu India berjuang untuk kemerdekaan India dari
jajahan Inggris dengan perjuangan yang gigih. Namun di saat bersamaan Mohammed
Ali Jinnah seorang pejuang kemerdekaan juga sedang berjuang bersama umat
Muslim. Jinnah menuntut pemisahan India menjadi dua bagian, yaitu Muslim dan
Hindu. Dan pada akhirnya, ketika Inggris angkat kaki dari India, Liga Muslim
mendirikan negara Pakistan dan Banglades. Sehingga pada tanggal tersebut
menjadikan India terbelah menjadi dua, yaitu India dan Pakistan. Namun kerusuhan
kembali merebak ketika minoritas Muslim dan Hindu merasa terjebak di beberapa
daerah antara India dan Pakistan, dan dalam waktu 1 minggu 1/2 juta manusia
tewas. Kashmir sendiri sebenarnya bukan bagian dari wilayah India atau
Pakistan, Khasmir berdiri sendiri langsung di bawah Kerajaan Inggris. Oleh
karena itu, secara hukum penduduk Khasmir diberi kebebasan untuk menentukan
sendiri apakah akan bergabung dengan India, Pakistan atau tetap berdiri
sendiri. Sehingga pada tanggal 19 Juli 1947 penduduk Khasmir Muslim
mengeluarkan keputusan resmi, yaitu tidak bergabung dengan negara mana pun
alias tetap berdiri sendiri. Namun, penguasa Kashmir saat itu, Maharajah Hari Singh
(Hindu), merasa keberatan dan menggabungkan Kashmir ke dalam India berdasarkan
Perjanjian Asesi tanggal 26 Oktober 1947. Sehingga menyebabkan terpecahnya
Khasmir menjadi dua bagian, Khasmir dengan administrasi Pakistan di sebelah
Barat, dan Khasmir dengan administrasi India di sebelah Timur. (BBC, 2011)
Akibat
terpecahnya Khasmir menjadi dua bagian ini menjadikan konflik persengketaan
antara India dan Pakistan. Masyarakat Muslim Kashmir sebenarnya pada akhirnya
telah memutuskan pilihan mereka, yaitu memilih merdeka, namun India berhasil
menekan Kashmir dan mengelabui dunia internasional dengan mengklaim bahwa
Kashmir adalah bagian propinsi India yang tak terpisahkan. India memberikan
informasi bahwa masyarakat Kashmirlah yang bertindak anarki dan bertindak
separatis serta ingin memisahkan diri dari India. (Republika, 2010)
Kashmir berdarah, sepertinya itulah yang tepat untuk menggambarkan kondisi
Khasmir saat ini. Tingkat korban tiap
tahunnya sangat tinggi. Setidaknya 40.000 orang tewas sejak pemberontakan
dimulai pada 1989, menurut perkiraan resmi konservatif. Perkiraan tidak resmi
yang lebih dari 80.000-setengah dari mereka adalah warga sipil. Ribuan tentara
India tewas dan biaya miliaran dolar untuk menjaga tentara di Kashmir. Selalu
ada tentara untuk setiap 10 di Lembah Kashmir dan kehidupan sehari-hari bagi
warga sipil di Khasmir adalah mimpi buruk.
Konflik
di Kashmir belum terselesaikan
meskipun
telah melewati lebih dari enam
dekade. Hal ini pula menjadi
salah satu pemicu perselisihan India dan Pakistan, memicu perlombaan
senjata konvensional dan nuklir dan perekonomi diantara
dua negara tersebut. Kedua negara telah berperang tiga kali atas Kashmir dan
yang lebih menakutkan, perang antara kedua negara tersebut telah menyulut
mereka dalam perlombaan kekuatan senjata nuklir.
Kashmir terus menjadi rebutan antara India dan Pakistan.
Masing-masing pihak bersikeras hal itu benar dan lainnya salah. India
bersikeras bahwa melalui perjanjian Aksesi, kedudukan Kashmir jatuh ke tangan
India adalah final dan mutlak.
Oleh karena itu, India menganggap Kashmir adalah bagian integral dari India. Pakistan di sisi
lain, menegaskan bahwa Kashmir adalah wilayah yang disengketakan dan Pakistan
bersikeras bahwa mereka hanya memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi para
pejuang Khasmir di dalam perjuangan kemerdekaan pribumi di Kashmir. Sejumlah
besar Kashmir tidak percaya bahwa perjanjian Aksesi 1947 adalah final, mereka
bersikeras bahwa Kashmir adalah wilayah yang disengketakan dan permintaan
penentuan nasib sendiri. Namun hingga saat ini, India tetap teguh pada
pendiriannya, tidak akan memberikan hak referendum kepada rakyat Khasmir untuk
memilih nasib mereka sendiri, sehingga hal ini telah dan terus menjadi polemik
di Khasmir. Pejuang Khasmir telah
melakukan segala cara untuk berjuang mendapatkan kemerdekaan dari India,
namun India justrus memberikan terror pada masyarakat sipil di Khasmir. Tentu
saja hal ini menyulut kebencian masyarakat Khasmir terhadap India. Sehingga
terbentuklah kelompok-kelompok dari bagian anggota masyarakat yang turut
memperjuangkan kemerdekaan Khasmir melalui aksi terorisme. Mereka
melakukan serangan bombardir
kepada masyarakat sipil di India. Dengan demikian mereka berharap, sipil di
India juga turut merasakan penderitaaan mereka atas pendudukan India di
Khasmir. (KhasmirLibrary, 2010)
Mereka melakukan aksi terorisme itu dengan dalih, tentara
India dalam pendudukannya di Khasmir telah memberkan terror pada masyarakat
Khasmir. Data menunjukkan kebenaran alibi mereka terhadap kebrutalan tentara India
terhadap warga sipil di wilayah Khasmir yang diduduki administrasi India.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Divisi Penelitian Kashmir Media Service pada
(24/10/10), lebih dari 4000 orang menjadi objek kekerasan dan kebrutalan
tentara India. Mereka juga menangkap dan menahan lebih dari 1.500 orang yang
menyerukan kemerdekaan, UU Keselamatan Publik India menjerat lebih dari 300
orang Khasmir dengan tuduhan yang tidak dapat dibuktikan. Laporan juga
mengungkapkan bahwa lebih dari 93.504 sipil Muslim Kashmir gugur sejak 1989
akibat kebrutalan tentara pendudukan, 6.976 diantara mereka tewas di dalam
penjara. Pasukan pendudukan juga menganiaya 9.978 perempuan dan merusak
105.884 struktur selama periode tersebut. (Voanews, 2010)
TERROR
ATTACK 26/11 2008 AS STRATEGY INSURGENCY
Pada hakikatnya, tindakan terorisme
ini dilakukan sebagai strategi menekan psikologi penguasa India. Dengan menebarkan
rasa takut dimana-mana dan menghancurkan hati tiap warga India yang merasa kehilangan
sanak familinya dalam tragedi tersebut. Hal ini dilakukan karena pejuang
kemerdekaan Khasmir ini tidak dapat mengharapkan kemenangan apabila melalui peperangan
biasa atau konvensional. Yang mana itu berarti mereka harus melawan kekuatan
militer India yang bahkan telah memiliki kekuatan nuklir. Khasmir tidak
memiliki tentara resmi, juga tidak memiliki peralatan perang untuk melawan
militer pemerintah India.
Alat-alat operasi yang digunakan
para teroris di 11/26 sangatlah terbatas. Mereka meledakkan area publik,
membunuh siapa saja tanpa pandang bulu, melakukan serangan membabibuta,
penculikan, penyanderaan, membajak warga sipil. Meski hanya dengan segelintir
militant atau sekelompok kecil orang. Tetapi orang-orang yang memiliki
kemampuan yang luar biasa ini sanggup membunuh ratusan orang baik itu warga
sipil, polisi, maupun warga asing. Mereka menyerang simbol negara terbesar
India yaitu Hotel mewah Taj Mahal. Dimana banyak tamu negara dan orang-orang
penting bermalam di situ.
Rakyat Khasmir sendiri bukannya
tidak pernah mencoba strategi lain dalam memperjuangkan nasib bangsanya. Para
pejuang melakukan perang gerilya, media hingga lewat aksi protes. Mereka memprotes
akan ketidakadilan yang mereka alami, lewat demontrasi, perundingan, media dan
lain sebagainya. Namun India lebih dapat mematahkan perjuangan mereka dengan
mengatakan bahwa sesungguhnya pejuang kemerdekaan Khasmir adalah pemberontak.
India mengklaim secara mutlak bahwa
Khasmir adalah milik India kepada pihak Internasional. Sehingga seakan tidak
memiliki pengharapan lain, maka strategi yang dianggap efektif dan ampuh untuk
perjuangan kemerdekaan Khasmir oleh pejuang Khasmir dengan melakukan
penyerangan teror. Strategi ini juga seperti salah satu strategi yang diusung
oleh Sir Basil Liddell Hart, yaitu strategi pendekatan tidak langsung. Dan sama
halnya dengan perang Gerilya, terorisme juga merupakan sebuah strategi
perjuangan yang berlarut-larut dan tidak langsung seperti kebanyakan perang
konvensional.
Selanjutnya, selain menyerang sisi
psikologis penguasa India, dalam aksi terorisme sebagai strategi insurgensi,
para pejuang Khasmir ini sekaligus melakukan aksi propaganda. Para pejuang
Khasmir berharap bahwa serangan teror yang mereka lakukan ini dapat membangkitkan
semangat juang dan diikuti oleh orang-orang atau kelompok-kelompok lain yang
juga menginginkan kemajuan revolusi yang besar di Khasmir.
Selain menyerang psikologi dan
melakukan propaganda, dalam strategi insurgensi terorisme ini adalah melakukan
intimidasi. Para pejuang Khasmir, dalam aksi terror tersebut telah melakukan intimidasi,
tidak saja kepada pemerintahan dan para pekerjanya, namun juga kepada siapa
saja yang bekerjasama menentang insurgensi. Salah satu intimidasi yang
dilakukan adalah dengan cara menculik warga sipil seperti wartawan dan hakim
untuk menuntut apa yang mereka inginkan. Mereka juga melakukan aksinya sebagai
salah satu bentuk provokasi kepada pihak lain untuk mencari maupun meningkatkan
dukungan dari masyarakat luas dan masyarakat dunia terhadap penderitaan rakyat
Khasmir.
Dan satu lagi yang paling penting
pada strategi terorisme adalah provokasi. Provokasi ini bertujuan untuk
membangun citra buruk tentang India di mata dunia, bagaimana tentara India
(Hindu) telah tega melakukan aksi teror dengan menyiksa, memperkosa, hingga
merampas harta dan nyawa rakyat Khasmir (Muslim) di Khasmir pendudukan India.
Selain itu pula, provokasi dilakukan pelaku terror untuk meningkatkan dukungan
dari masyarakat luas, bahwasanya, mereka melakukan tindakan teror seperti ini
karena semata-mata menuntut keadilan atas hak asasi manusia seluruh rakyat
Khasmir yang telah dirampas oleh India.
Meski strategi insurgensi yang dipilih oleh pejuang Khasmir
adalah terorisme merupakan suatu tindakan sangat tidak bermoral dan etis karena
melibatkan warga sipil yang tidak berdosa. Namun atas aksi propaganda dan
provoksai mereka yang gencar pada saat aksi terror tersebut, mereka telah
mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri.
Tentu saja bukan dukungan terhadap aksi teror tersebut. Melainkan dukungan atas
pembebasan Khasmir dari India untuk menjadi negeri yang merdeka.
Hal ini dibuktikan oleh ribuan orang turun ke jalan untuk
berunjuk rasa di Khasmir menuntut kemerdekaan Kashmir dari New Delhi. Para
pengunjuk rasa mengutuk India dengan menyebut "brutal" dan
meneriakkan slogan-slogan anti-India, serta menyerukan kemerdekaan Kashnir dari
India dalam demonstrasi yang berlangsung pada hari Rabu (29/9/2010). Di tempat lain sebuah kerumunan
sekitar 2.500 berteriak "Allahu Akbar" dan "Kami ingin
kebebasan" di Muzaffarabad, ibukota Pakistan-administrasi Kashmir. Memang
telah lama administrasi India-Kashmir telah menjadi tempat gelombang protes
yang telah menyebabkan kematian 107 orang, mereka yang tewas rata-rata adalah remaja
dan mahasiswa. Di tempat lain kemudian, sekitar 2.000 pengunjuk rasa menggelar
demonstrasi di Islamabad, ibukota Pakistan, menuntut India berhenti melakukan
"kekejaman" di Kashmir. "India
harus menghentikan terorisme di Kashmir yang diduduki agar peristiwa 26/11/2008
tidak terjadi lagi!" tercetak pada spanduk yang dibawa oleh pengunjuk
rasa, mengacu pada insiden serangan penembakan dan pemboman di Mumbai, kota
terbesar di India, oleh 'teroris' yang menewaskan sedikitnya 173 orang dan
melukai setidaknya 308. Dari semua gerakan unjuk rasa yang tidak tahu entah
sampai kapan akan berakhir, penduduk Kashmir berusaha mewujudkan kemerdekaan
mereka, melawan kekuasaan Delhi di Kashmir yang dikendalikan India. Mereka
menginginkan referendum untuk dapat menentukan masa depan Kashmir sendiri.
Dukungan dari luar negeripun banyak berdatangan, salah
satunya adalah Inggris. Inggris memaksa India untuk melakukan perundingan
dengan Pakistan dalam rangka agar baik Pakistan dan India mau melakukan
referendum terhadap semua rakyat Khasmir, apakah mereka mau ikut India?
Pakistan? Atau negara sendiri? Namun hingga sekarang, India masih bersikekeh
tidak mau melakukan referendum tersebut, karena mereka masih memegang bukti
dari Perjanjian Asesi 26 Oktober 1947 sebagai tanda bahwa Khasmir telah resmi
milik India.
KESIMPULAN
Meski terorisme adalah sebuah
tindakan anarki tidak bermoral yang siapapun pasti akan setuju akan jenis
peperangan ini untuk dilakukan oleh manusia beradab dan beragama. Namun segala
tindakan ekspresif terorisme di India dewasa ini adalah sebagai bentuk tindakan
untuk mencapai sedikit kesuksesan dalam mencapai tujuan politiknya yaitu kemerdekaan
Khasmir.
Walau pada akhirnya tetap saja
terorisme ini bukanlah strategi yang efektif dalam mencapai suatu tujuan
insurgensi lepas dari India dan menyelesaikan konflik Khasmir secara langsung,
karena India tetap pada pendiriannya tidak akan memerdekakan Khasmir, namun hal
tersebut cukup membangun sekaligus meningkatkan perhatian mata masyarakat luas
maupun masyarakat dunia tentang apa yang diinginkan atau motivasi dibelakang
semua itu sehingga akhirnya memunculnya tindakan terorisme yang bertujuan
menuntut adanya suatu perubahan politik terhadap suatu kawasan, yaitu kebebasan
Khasmir.
Khasmir yang
tidak terlindungi hak asasi manusianya telah beraksi dan memberontak melalui
para pejuangnya. Lepas dari rasa setuju atas tindakan terorisme yang tidak
bermoral tersebut, sudah sepatutnya masyarakat dunia melihat secara jernih
bagaimana masalah Khasmir tersebut harus segera dicari solusi pemecahannya.
Baik itu melalui jalan perdamaian, referendum, ataupun gencatan senjata. Agar
aksi-aksi terorisme di India maupun di Khasmir sendiri tidak akan pernah
terulang lagi. Karena kalau sudah begini, bukan kekuasaan, harta, rezim,
pemerintahan, negara, kawasan yang hilang, tetapi lebih berharga dari itu semua
adalah jiwa, nyawa. Warga sipil adalah korban yang paling menderita dalam hal
ini. Rakyat khasmir sudah terlalu lama rindu akan kedamaian dari negerinya yang
elok.
No comments:
Post a Comment